Keputusan pemerintah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) melalui SKB 6 Menteri tentang pelarangan dan pembubaran FPI pada 30 Desember 2020 lalu dinilai sudah tepat. Landasan pemerintah membubarkan FPI setidaknya didasarkan pada berbagai aspek. Secara administratif, FPI secara de jure memang telah otomatis bubar karena sejak 21 Juni 2019 tidak melakukan perpanjangan SKT Kemendagri yang merupakan syarat wajib setiap organisasi masyarakat di Indonesia sesuai dengan UU Ormas.
Meskipun tidak memiliki izin sama sekali, FPI dengan sikap membangkangnya terus menjalankan aktivitasnya yang kerap meresahkan masyarakat. Hingga pada puncaknya, pasca kembalinya pimpinan mereka, Muhammad Rizieq Shihab ke Indonesia, FPI melakukan berbagai pelanggaran fatal yang mengancam keselamatan masyarakat serta mengganggu hak asasi masyarakat dari rasa aman. Diantaranya melakukan kerumunan massa di bandara Soekarno Hatta yang menyebabkan aktivitas bandara lumpuh total selama beberapa. Serta yang paling parah, kerumunan massa itu juga berpotensi menciptakan cluster penularan COVID-19 yang tentu saja mengancam kesehatan masyarakat, khususnya di DKI Jakarta.
Tak cukup hanya disitu, FPI kemudian melanjutkan aksinya dengan menggelar acara-acara di Petamburan, Jakarta dan di Markaz mereka di Megamendung, Bogor, dan lagi-lagi membuat kerumunan massa. Aksi seperti ini tentu saja bertentangan dengan protokol kesehatan dan wujud nyata pembangkangan FPI pada hukum yang berlaku. Meskipun Indonesia sangat menjunjung tinggi demokrasi dan hak untuk berserikat, namun bukan berarti setiap orang atau kelompok bebas melakukan pelanggaran hukum yang jelas-jelas membahayakan masyarakat.
Sebagaimana didalam UUD 1945 pasal 28G (1) sudah diatur bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Kemudian dilanjutkan di pasal 28I (2) yaitu setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Sehingga jelas, apa yang telah dilakukan FPI belakangan ini adalah wujud nyata pelanggaran terhadap aturan tersebut.
Selain itu, secara ideologis FPI juga sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Paham FPI yang cenderung mengarah pada sikap intoleransi dan bahkan memiliki afiliasi dengan organisasi terorisme ISIS. Pemerintah melalui siaran pers juga telah membeberkan secara terang benderang bukti keterkaitan FPI dengan jaringan ISIS. Hal inilah yang menjadi kewaspadaan yang sangat serius bagi negara, sehingga sangat tepat sekali jika pemerintah secara sigap langsung memutuskan untuk membubarkan dan melarang FPI.
Setelah dibubarkan pun, FPI tetap menunjukkan sikap membangkangnya dengan mendeklarasikan Front Pejuang Islam (FPI) yang kurang lebih memiliki misi yang sama dengan FPI sebelumnya. Ini tentu saja wujud pembangkangan yang harus ditindak tegas oleh pemerintah, karena jelas-jelas sudah mengarah pada upaya mempermainkan hukum. Apalagi, gerakan FPI juga terindikasi mengancam keamanan dan kestabilan negara yang tentu saja meresahkan masyarakat. Oleh karena itulah, mari kita dukung pemerintah untuk menindak tegas segala upaya pembangkangan, jika perlu lakukan tindakan hukum kepada mereka yang masih terus berusaha menciptakan FPI gaya baru yang jelas-jelas mengancam keselamatan masyarakat.
Discussion about this post