Di dunia ini memang gak pernah ada yang bisa bertahan lama, terutama popularitas dan kekuasaan. Dahulu kala, Soeharto pernah dibentengi oleh militer pun ada waktunya dia harus tersingkir dari kursi presiden setelah berkuasa selama 32 tahun. Bisa dibayangkan, selama itu ia berkuasa dan tetap saja bisa tergantikan.
Kalau kata orang bijak, yang abadi itu hanyalah perubahan. Dan perubahan merupakan suatu proses alamiah yang terjadi. Ngomong-ngomong soal perubahan ini, kita ambil contoh nyatanya saja, Partai Demokrat. Partai ini dulu pernah begitu berkembang dan jaya mengalahkan partai lainnya yang bahkan lebih dulu berdiri.
Sebagai informasi, Partai Demokrat dibentuk pada 9 September 2001. Namun baru disahkan pada 27 Agustus 2003. Hebatnya, 1 tahun kemudian, di tahun 2004, partai ini sudah bisa mencalonkan kadernya sebagai presiden, yakni SBY. Dan yang lebih mengejutkan lagi, SBY berhasil terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia mengalahkan kekuatan petahana yakni Megawati. Kala itu, Partai Demokrat mendapatkan suara sebesar 7,45 persen. Sungguh pencapaian luar biasa untuk partai baru.
Lalu pada 2009, masa kejayaan Partai Demokrat betul-betul terasa, partai tersebut memperoleh 26,4 persen kursi di DPR sedangkan syarat pencalonan presiden hanya berkisar 20 persen kursi saja. Yup artinya otomatis tanpa berkoalisi dengan partai mana pun, Partai Demokrat tetap bisa mengusung calon presiden dan wakilnya sendiri. Lihat betapa kuatnya bukan?
Terbukti, walaupun SBY menggandeng wakil yang kurang dikenal public, yakni Boediono, Partai Demokrat tetap bisa memenangkan Pilpres 2009. Dengan suara perolehan sebesar 60,8 persen, dan mengalahkan rivalnya Megawati yang hanya memperoleh 26,7 persen saja.
Namun, memang benar kata-orang-orang, jika sedang diatas daun memang terkadang lupa diri dan acuh dengan hal yang akan terjadi di depannya. Begitu pun Partai Demokrat ini. Mereka bukannya memanfaatkan kepercayaan diri masyarakat untuk membangun bangsa yang lebih maju malah sibuk merampas uang negara dan melupakan tagline partainya yang berbunyi ‘katakan tidak pada korupsi’.
Mulai dari situ, satu persatu kadernya mulai diciduk oleh KPK. Mulai dari Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum, Hartati Murdaya, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Amran Daulay, As’ad Syam, Murman Effendi, Sarjan Taher, Agusrin M. Najamuddin, Djufri, dll. Termasuk juga Ibas, putra bungsu SBY, yang kala itu turut disebut-sebut melakukan korupsi. Tapi tidak sampai kena ciduk KPK.
Inilai yang membuat Partai Mercy Biru itu diolok-olok masyarakat dan menyandang tagline baru yakni ‘katakan tidak pada (hal) korupsi’.
Tidak sampai disitu saja kemunduran Partai Demokrat terasa, di 2014 posisi partai merosot drastic, dari yang mulanya berada di urutan pertama menjadi ke 4 dari 10 partai di DPR. Di 2019 makin ngenes lagi, Partai Demokrat berada di posisi ke-7 dari 9 partai yang lolos ke senayan. Dan jika Partai Demokrat tidak pandai melakukan pencitraan seperti SBY, maka tidak menutup kemungkinan, partai ini akan semakin mengalami kemunduran.
Karena citra partainya telah buruk dan semakin terbelakang, Partai Demokrat mulai cari muka dengan menolak UU Cipta Kerja dan yang paling kocaknya lagi, Partai Demokrat menarik simpati dari para kadrun, ORMAS KADRUN.
Seperti yang diketahui, para kadrun ini sudah tidak memiliki tuan setelah ditinggalkan oleh Prabowo yang kini Bersatu dalam kubu Jokowi. Dan untuk itulah Partai Demokrat menjadikan para kadrun kurang perhatian ini sebagai basis massa.
Kelakuan Partai Demokrat semakin hari semakin menjadi saja, baru-baru ini, setelah pemerintah resmi melarang ORMAS KADRUN dan membubarkannya, Partai Demokrat menjadi tameng terdepan yang membela ormas radikal tersebut. Dan, Rachland Nashidik diutus menjadi pahlawan kesiangan yang terus membela ORMAS KADRUN. Akun twitternya pun menuding langkah pemerintah yang membubarkan ORMAS KADRUN itu telah membahayakan hak konstitusi setiap warga negara.
Rachland ingin terlihat pintar tetapi langkah yang diambilnya salah, ente emang bodoh sekali ya, jelas-jelas wacana pembubaran ini udah ada sejak jaman SBY. Hanya saja, SBY kala itu pengecut dan cenderung bermain aman saja. Para kadrun juga sudah pada tau kalau Partai Demokrat bersebrangan dengan mereka, mereka juga tidak bodoh, mengiyakan saja dukungan partai ente untuk ORMAS KADRUN yang tentu saja ada maksud tertentu dibalik itu semua.
Saya saranin sih mending pakai cara lain saja ya untuk kembali mengangkat nama partainya dibandingkan harus ‘sok care’ dengan ORMAS KADRUN yang ujung-ujungnya publik juga udah enek sama pencitraan yang kalian bikin.
Awas, salah-salah langkah membela, bisa makin bikin Pepo nangis loh
Discussion about this post