Agama itu ada untuk kebaikan sesama manusia. Tak ada tujuan yang lain. Tiada guna berdalih bahwa beragama itu untuk memuliakan Tuhan. Salah besar. Tuhan itu sudah mulia dan agung dari kekal hingga kekal. Dia yang tidak berawal dan tidak berakhir.
Tak kan pernah bertambah atau berkurang kemuliaan dan kemahakuasaan Sang Pencipta hanya karena perbuatan atau ulah miliaran manusia. Manusialah yang harus memanfaatkan nilai-nilai agama itu untuk kebaikan bersama, atau bahasa religiusnya, untuk bekal menuju kehidupan selanjutnya, di akhirat.
Jadi, agama tidak pernah menjadi sumber konflik atau musibah dalam kehidupan umat manusia yang dari sononya didesain Tuhan beraneka warna dan rupa. Namun justru perilaku manusia dalam beragamalah yang kerap menjadi malapetaka bagi kehidupan itu sendiri.
Indonesia, sejak dari dulu selalu bermasalah soal agama. Padahal kawasan yang dulu dikenal dengan sebutan Nusantara ini sudah menjadi hunian bagi masyarakat yang berbeda-beda budaya, bahasa dan keyakinan. Datangnya agama “impor” yang kemudian hari dipaksakan harus sesuai 100% dengan aslinya, membuat gesekan di kalangan masyarakat semakin membesar.
Banyak budaya lokal yang diharamkan dengan dalih tidak sesuai dengan ajaran agama. Masyarakat kebanyakan yang polos dan lugu itu pun terpedaya. Mereka tidak bisa membedakan antara nilai-nilai agama dengan budaya. Walhasil, nilai agama yang intinya mengajarkan perdamaian tidak didapat. Bahkan budaya sendiri pun ingin dimusnahkan.
Perilaku beragama yang salah, itulah pula yang membuat negeri ini semakin terpuruk. Sejak era reformasi, negeri ini nyaris tidak punya waktu yang leluasa untuk melakukan pembangunan, demi tercapainya kehidupan rakyat yang adil makmur sentosa karta raharja. Hampir setiap saat stabilitas digoncang oleh hal-hal yang berbau agama.
Sejak dulu memang sudah ada kelompok yang ingin memaksakan keinginannya agar negeri ini dikelola berdasarkan satu agama. Namun tidak mungkin sebab dari dulu sudah beragam keyakinan yang dianut masyarakat. Kalaupun hendak dipaksakan, yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan yang tidak berujung. Contoh adalah sebagian kawasan Timur Tengah: Suriah, Irak, dll., yang porak-poranda.
Indonesia pun diincar untuk dijadikan bernasib sama. Tapi sangat disesalkan ketika banyak orang kita yang tidak mau belajar dari negeri-negeri yang kacau-balau akibat ulah orang-orang yang perilaku beragamanya salah.
Sudah jelas bahwa sistem agama yang dipaksakan itu hanya menimbulkan malapetaka, namun banyak politikus busuk masih tetap ngotot membela keyakinan yang sudah dikotori politik itu. Sudah banyak oknum agamawan yang perilakunya menyimpang, namun masih tetap diidolakan, dan diagungkan. Inilah potret masyakat yang perilaku beragamanya sudah rusak total.
Mengapa Jokowi dibenci banyak orang? Padahal kalau mau jujur, apa salah Jokowi terhadap kehidupan beragama di negeri ini? Paling banter karena dia selama ini terkesan tidak memperlihatkan pembelaan atau perlindungan bagi masyarakat minoritas. Sejak periode pertamanya, ketidakadilan tidak putus menimpa kaum minoritas, seperti pelarangan acara Natal di berbagai daerah.
Tapi lucunya ada saja oknum yang mengatasnamakan kelompok mayoritas selalu nyaring dan lantang berteriak bahwa mereka dizolimi. Mereka-mereka inilah yang kerap memainkan isu agama untuk kepentingan politik. Ketika mereka merasa program Jokowi tidak sesuai dengan skenario, mereka pun senantiasa memburuk-burukkan citra Jokowi di mata umat.
Jokowi yang aslinya taat beragama semenjak kanak-kanak hingga kini, berperilaku santun dan hormat kepada orang tuanya, dikampanyekan bagai seburuk-buruk makhluk. Cara ini memang mengena, karena banyak oknum penceramah dari kalangan ini bebas ceramah di mana-mana. Buktinya, instansi pemerintah dan swasta mana yang tidak pernah dijangkau mereka?
Di KPK, Tengku Zulkarnain mengaku sudah belasan tahun “mengajar”. Di perkumpulan-perkumpulan masyarakat atau organisasi pun mereka eksis dan laris. Maka tidak heran jika misalnya ada beberapa istri tentara yang sangat membenci Jokowi. Sungguh sulit dinalar. Tapi begitulah, karena otak dan hati mereka sudah rutin dicekoki ceramah-ceramah yang menggambarkan Jokowi itu sebagai musuh agama, PKI, antek aseng-asing, musuh ulama, dsb. Padahal, kenyataannya kan tidak seperti itu. Masyarakat, tanpa sadar selama bertahun-tahun menjadi korban pencucian otak!
Pada periode Jokowi mereka ini memang dihimpit dan hendak ditumpas, sebab memang tidak bakal membawa manfaat sama sekali di negeri yang heterogen ini. Mereka hanya akan membawa kerusakan. Pemerintah menjadi pihak yang paling berdosa apabila hal-hal menyimpang semacam ini ditoleransi, yang memberi peluang bagi mereka untuk semakin membesar.
Bila tetap dibiarkan, maka pemerintah menjadi pihak yang paling bersalah karena membiarkan negaranya beringsut menuju jurang kehancuran atau disintegrasi. Pemerintah juga berdosa besar sebab membiarkan banyak rakyat disesatkan oleh penceramah agama yang sesat itu. Ingat, agama itu ada untuk mengajak manusia kepada kebaikan dan keluhuran budi pekerti. Lha, mereka mengajarkan untuk membenci sesama, menghasut, mengobarkan perang, menyebar dusta dan hoaks. Apa ini sesuai dengan ajaran agama? Tidak!
Maka bila ingin negeri ini kembali ke jalur yang benar, sesuai fitrahnya sebagai surga kemajemukan, dan sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, pemerintah harus tetap konsisten memberantas gerakan yang menyesatkan ini. Ormas-ormas semacam FPI dan HTI memang tepat dimusnahkan. Apalagi selama ini kelompok semacam ini tidak berkutik di negara-negara lain, kenapa harus leluasa di Indonesia? Tidak boleh!
Maka ketegasan pemerintah jangan berhenti hanya sampai pada pelarangan ormas. Itu belum menjawab masalah, sebab akarnya masih tetap hidup dan bernafsu mencengkeram masyarakat. Biang dari segala bencana ini adalah para oknum penceramah yang selalu memutarbalikkan ajaran agama, sehingga menjadi seperti menakutkan dan mengerikan. Tumpas dan basmi mereka, jika ingin negeri ini aman, nyaman, tenang membangun, dan rakyatnya sejahtera
Discussion about this post