Di 3 Tahun Lebih Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Masyarakat yang bertanya-tanya mengapa Anies bisa terpilih kian meningkat. Bagaimana tidak, ANies tidak terlihat menorehkan prestasi dan kinerja yang nyata. ANies tampil dengan prestasi hasill kinerja gubernur terdahulu yang ia lanjutkan, bukan murni miliknya.
Saya pun heran kenapa Anies bisa dipilih menjadi gubernur sekaliber gubernur ibu kota. Kalau banyak yang merasa Anies memang tak pantas jadi gubernur, saya setuju. Ada yang menganggap Anies ini dipaksakan untuk jadi gubernur hanya kerena ada kelompok yang tidak senang dengan gubernur yang menjabat saat itu, saya lebih setuju lagi. Buktinya pilkada yang terjadi saat itu tak jantan. Mayat pun diseret-seret. Surga dijual dengan murah. Tapi mau gimana lagi, inilah takdir. Anies gubernur DKI saat ini, tidak peduli apakah kita senang atau nangis guling-guling di jalan.
Dari dulu, sebagian dari kita mungkin sudah bisa membaca dan menebak kalau Anies sangat pintar dalam menata kalimat yang diucapkannya. Pokoknya, dibanding kepala daerah lain, Anies itu unik. Dia terbilang cukup cerdik untuk ngeles, cara membalikkan pertanyaan, caranya membolak-balikkan logika, saya akui cukup bagus.
Bukti Anies unik bisa dilihat dari pemilihan kata-katanya, seperti naturalisasi sungai yang katanya beda dengan normalisasi sungai, rumah lapis yang katanya beda dengan rumah susun, rumah DP nol rupiah yang sempat beberapa kali mengalami revisi deskripsi dan judul.
Tapi, Kehebatan penataan kata sangat berbanding terbalik dengan kemampuan penataan kota. Baru-baru ini saya baca berita, yang mana baru kali ini saya harus akui salut untuknya. Bukan salut karena dia hebat, tapi salut kenapa dia bisa ngomong seperti itu.
Ini berawal dari ketika Anies bercerita Jakarta sering mendapatkan citra tentang kemacetan, dalam acara ‘Launching Buku Potret Jakarta 2020: Kolaborasi Melawan Pandemi’. Dan dia tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
“Lalu tentu Jakarta adalah kota yang diasosiasikan dengan kemacetan. Jalan-jalan di Jakarta diasosiasikan dengan kemacetan. Padahal sebetulnya kalau Jakarta kemacetan itu nggak betul juga sih. Tergantung jamnya,” kata Anies.
“Jam 2 pagi Jakarta itu sepi. Jadi, kalau bebas macet, jalanlah jam 2 pagi. Nggak ada kendaraan di situ,” katanya.
Ini sebenarnya adalah sebuah jawaban dalam bentuk candaan. Saya pribadi tidak pernah membayangkan jawaban seperti itu kalau saya yang ditanya. Jawabannya tidak salah. Masuk akal dan logis. Memang kenyataannya semua kota pasti ada jam sepinya, biasanya tengah malam sampai menjelang subuh.
Sangat disayangkan hal tersebut terucap dari seorang pemimpin saat membantah kotanya tidak macet, dimana seharusnya ia jabarkan dengan data dan upaya pemprov mengurai kemacetan. Jawaban seperti ini membuat Anies terlihat lebih cocok jadi lurah saja atau bahkan dia lebih cocok menjadi pelawak yang jika ditanya ia tentu akan menjawbnya dengan kalimat ngeles.
https://seword.com/politik/kali-ini-jujur-saya-tepuk-tangan-buat-anies-soal-i8q6jrmRfS
Discussion about this post