AHY tiba-tiba saja menggelar konferensi pers. Saya kira buat menjelaskan soal terseretnya nama Demokrat dalam soal dugaan penilepan dana donasi buat 6 laskar FPI yang tewas dalam insiden penyerangan aparat polisi di Cikampek, eh ternyata bukan.
Dalam konferensi pers AHY bilang kalau ada “gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan Partai Demokrat secara paksa yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat”. “Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo… gerakan ini juga dikatakan sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujar AHY. Oleh sebab itu AHY sudah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Jokowi tadi pagi, “untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi” dari Presiden Jokowi.
Membaca berita ini jujur bikin saya ngakak. Emang seberapa penting sih Partai Demokrat ini? Diminta gabung ke koalisi partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. AHY yang kasak kusuk lobi sana lobi sini, agar masuk jadi pejabat publik dalam jajaran pemerintahan Jokowi saja, gagal. Dulu saat pembentukan Kabinet Indonesia Maju, dia hanya dapat hasil nihil.
Ketika ada reshuffle kabinet pada akhir tahun 2020, ngarep dapet tapi enggak kan. Malah Sandiaga yang jadi menteri kan. Ya Presiden Jokowi dalam memilih menteri juga nggak mau sembarangan lah. Apa kompetensi AHY untuk bisa jadi menteri kan?
Bikin kehebohan gini sudah jelas tujuannya bukan lagi kalau pansos aja.
Kecurigaan saya bahwa kehebohan ini hanyalah bagian dari sebuah strategi pansos, berdasarkan pada 2 alasan. Pertama, dari rekam jejak Partai Demokrat. Kembali ke tahun 2019, pasca Pemilu 2019. Partai Demokrat kabarnya gaduh. Beberapa politisi senior Partai Demokrat seperti Max Sopacua, Ahmad Mubarok, dan lain-lain mendesak agar Partai Demokrat segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Mereka tergabung dalam Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD). Alasannya karena prihatin dengan anjloknya perolehan suara Demokrat di Pemilu 2019. Penurunan suara ini mencapai 3% lebih, dari 10,9% pada Pemilu 2014, menjadi 7,7%. Mereka juga meminta agar SBY meminta AHY untuk memimpin Demokrat. Kabarnya ada penolakan dari berbagai daerah terkait KLB ini. Mereka yang menolak merasa bahwa Partai Demokrat di bawah kepemimpinan SBY masih berada di jalur yang tepat
Pergolakan dan kegaduhan itu seakan jadi drama belaka, ketika pada bulan Maret 2020, AHY secara aklamasi terpilih jadi ketua umum Demokrat dalam Kongres V Partai Demokrat Sumber. Jadi ngapain rame-rame dan ribut-ribut, minta SBY turun digantikan AHY lewat KLB, terus ada pula yang menolak. Jika ujung-ujungnya ya gitu juga hehehe… Biar jadi berita saja gitu? Pertanda Demokrat masih eksis, walaupun suaranya melorot jauh?
Kedua, dari segi AHY sendiri sebagai Ketua Umum. Ketika AHY baru terpilih jadi Ketua Umum, ada sebuah analisa yang sangat tepat dari Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer. “AHY tidak bisa disamakan dengan SBY yang saat mendirikan Demokrat sudah menjadi tokoh senior pemerintahan dan politik, sampai bisa terpilih menjadi presiden. Ekspektasi itu tidak bisa diharapkan dari AHY.
Memang ada peluang meningkatkan popularitas dan elektabilitas, tapi tidak mudah karena AHY tidak punya panggung strategis seperti menteri dan kepala daerah. Itu adalah dua jabatan yang bisa dilihat masyarakat. Akan ada pengecualian jika dalam perjalanan menuju pemilu 2024, AHY masuk kabinet,” ujar Qodari Sumber.
Nah… Ini menjelaskan kenapa AHY demen lobi sana sini buat dapat jabatan menteri. AHY memang populer, selalu masuk dalam berbagai survei elektabilitas capres 2024. Namun, itu tidak menjamin jalan mulus buat dirinya bisa diusung oleh koalisi partai untuk maju nyapres.
Buktinya hingga kini dia dapat jabatan apa karena prestasinya? Enggak kan, dia ngurus partai aja gak becus, masih ada campur tangan SBY yang turut bikin sensasi dan yang terbaru yakni drama nasi gorengnya
Udahlah, kalau memang mau maju dan buktikan dirinya mampu, Mending bikin apa gitu buat membantu UMKM yang terdampak pandemi. Kalau merasa takut tersaingi oleh Risma, ya udah jadi “Mensos” sendiri buat publik. Bantu sana sini. Atau perangi radikalisme dengan terang-terangan. Contoh lah Ferdinand Hutahaean, yang sekarang namanya cukup populer di media, karena sekarang balik kanan dan sangat vokal melawan para kadrun. Masak pake cara seakan ada yang mau ambil alih partainya? Siapa juga yang percaya?
https://seword.com/politik/ahy-minta-jokowi-klarifikasi-upaya-rebut-paksa-vjDZgp85U9
Discussion about this post