Dalam menyikapi berbagai masalah negara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu tampil santai dan kalem. Kalemnya Jokowi juga terlihat dari saat menyikapi isu kudeta yang terjadi di partai Demokrat. Langsung saja pada pokok masalahnya.
AHY selaku ketum partai, memimpin langsung konferensi pers dan mengungkap isu adanya Kudeta yang terjadi di tubuh Partai Demokrat. AHY meminta Jokowi klarifikasi setelah mengirimkan surat, karena ada nama Moeldoko sebagai Kepala KSP yang masuk dalam lingkaran pemerintahan Jokowi.
Jokowi tidak bersuara sedikit pun. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, pihak Istana tak perlu menjawab surat yang dilayangkan AHY, karena surat tersebut terkait dengan apa yang terjadi di internal partai Demokrat.
“Kami rasa kami tidak perlu menjawab surat tersebut, karena itu adalah perihal dinamika internal partai,” kata Pratikno.
Pratikno mengatakan, surat yang diantarkan Sekjen Partai Demokrat itu berisikan persoalan konflik internal Partai Demokrat. Sehingga Presiden tak bisa memasuki ranah politik internal partai tersebut. “Itu adalah perihal rumah tangga internal Partai Demokrat dan semuanya sudah diatur dalam AD/ART,” katanya.
Sekjen Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya mengatakan, pihaknya menghormati keputusan Presiden Jokowi yang enggan menanggapi perihal surat permintaan klarifikasi yang dikirim AHY.
Riefky memandang dengan tidak ditanggapinya surat tersebut, mengartikan masih adanya teka-teki tidak terjawab terkait Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPKPD).
“Meskipun, dengan tiadanya penjelasan Presiden Jokowi tentu masih ada teka-teki yang tersimpan dalam pikiran masyarakat. Namun kami tetap menghormati keputusan dan pilihan Presiden Jokowi tersebut. Kami tetap berkeyakinan bahwa Presiden Jokowi maupun pejabat negara yang namanya disebut-sebut, benar-benar tidak mengetahui adanya GPKPD, apalagi terlibat,” kata Riefky.
Gimana nih ceritanya? Menghormati keputusan Jokowi yang tidak menjawab surat AHY, tapi di sisi lain memberikan opini yang terkesan menggiring dengan tujuan agar presiden menjawab. Kalau memang menghormati ya sudah, jangan tambahin lagi bumbu pelengkap dalam berstatement.
Jokowi memang hebat. Hanya dengan diam tak menjawab, Demokrat bisa penasaran setengah mati. Sampai-sampai banyak pihak yang menyayangkan itu. Jokowi tak peduli dengan apa yang terjadi dengan Demokrat, mereka yang sibuk memikirkan kenapa Jokowi diam saja.
Kalau Jokowi tak menjawab dan masih ada teka-teki yang belum terjawab, itu tugas Ketum Partai. Masa Jokowi yang turun tangan? Jokowi bukan ketum Demokrat. Lu yang tuding, harusnya lu yang cari tahu di mana masalahnya, bukan memaksa yang dituding untuk cari tahu. Ibarat saya menuduh orang lain maling, dan saya meminta dia yang membuktikan sendiri.
Semakin banyaknya tekanan kepada Jokowi untuk menjawab surat dari AHY, semakin saya yakin kalau Jokowi memang seolah mau dipancing untuk bersuara. Dari situ, akan ada gorengan baru, akan ada semacam penggiringan opini yang lain.
Tujuannya, kemungkinan mau play victim, atau memainkan drama terzolimi seperti yang sering dilakukan SBY. Terzolimi, lalu curhat dan prihatin, lalu berharap masyarakat kasihan dan memberikan simpati. Jurus mendongkrak popularitas dan image yang sudah basi, tapi masih saja terus dilakukan.
Kalau SBY dulu melakukan ini, mungkin masih efektif. Sekarang rakyat sudah makin cerdas dan melek politik meski masih ada lugu juga.
Andreas Hugo Pareira juga ikut menanggapi protes Partai Demokrat (PD) terkait isu ‘kudeta’ PD. Andreas menilai sikap Presiden Joko Widodo melalui Mensesneg Pratikno sudah tepat.
Anggota Komisi X DPR RI itu mengatakan Presiden Jokowi melalui Mensesneg Pratikno telah menjawab isu kudeta PD. Menurutnya, Jokowi melalui Mensesneg Pratikno telah menganggap urusan kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat sebagai persoalan internal partai.
Karena itu, Andreas menilai ada kesan PD berupaya mengkaitkan isu kudeta PD dengan framing opini adanya intervensi pemerintahan Jokowi. Ia menilai PD telah gagal membuat framing tersebut.
“Sehingga dengan jawaban tersebut, gagal-lah upaya PD untuk menarik-narik seolah-olah pemerintahan Jokowi mempraktikkan politik intervensi pemerintah pada parpol sebagaimana upaya ‘framing opini’ Jokowi mempraktikkan politik intervensi Orde Baru pada kasus PD yang dikembangkan oleh Andi Mallarangeng dalam beberapa diskusi di media elektronik,” tegasnya.
Selain itu, Andreas mengimbau urusan internal partai sebaiknya tidak diumbar ke ruang publik. Menurutnya, itu hanya akan menunjukkan adanya kerapuhan dalam internal suatu partai politik (parpol).
“Urusan internal parpol seharusnya jangan di bawah ke ruang publik. Tidak ada manfaatnya, justru hanya mencerminkan kerapuhan kepemimpinan internal parpol,” ucapnya.
Discussion about this post