KPK sudah buruk citranya di masyarakat Indonesia, karena banyak oknum-oknum di dalamnya yang tidak menjalankan prosedur hukum dengan benar. Sebagai contoh kasus yang katanya OTT dengan penangkapan Nurdin Abdullah saat tertidur pulas di rumahnya.
Logikanya, jika orang dibangunkan pagi-pagi subuh jam 2an, dan akan dijanjikan “saksi” atas kasus dugaan suap, ya pasti kaget.
Awalnya KPK memberitahu Nurdin Abdullah soal permintaan mereka agar ia jadi saksi, KPK mendatangi kediaman Nurdin Abdullah dan membangunkannya secara paksa. Lalu KPK dengan bangga mengatakan bahwa mereka melakukan OTT.
Bangganya luar biasa, langsung ramai dan menjadi trending topik di Twitter, ‘Nurdin PDI Perjuangan Kena OTT KPK’ sontak kadrun geger dan mengolok-olok.
Ini jelas salah. Terlepas dari dugaan korupsi yang dilakukan oleh Nurdin Abdullah seperti yang dituduhkan kepada KPK, KPK sudah salah langkah. Setidaknya ada tiga hal yang janggal dan dirusak, terkait penangkapan ini.
Pertama, definisi OTT yang dikaburkan. OTT itu singkatan dari Operasi Tangkap Tangan. OTT dilakukan jika dan hanya jika ada transaksi yang sedang dikerjakan atau dilakukan tersangka.
Jika ada tindak pidana korupsi yang terjadi saat itu juga, maka mata-mata KPK bisa langsung bertindak. Tindak pidana korupsi secara live sedang dilakukan dan ketahuan dengan jelas, maka petugas baru bisa melakukan OTT. Nah anehnya, OTT Nurdin dilakukan jam 2 pagi.
Dari definisi saja, KPK sudah disable dalam melakukan OTT. Ini mah bukan operasi tangkap tangan. Tapi Operasi Terawang Tidur. Dewan pengawas KPK ini harus berikan edukasi yang benar agar tidak terjadi kesenjangan.
Kedua, keterangan yang bercabang, diinfokan ke Nurdin berbeda dengan yang dikoar-koarkan ke media. Ini namanya bias of understanding. Kalau benar, seharusnya informasi yang diberikan kepada Nurdin dan publik, seharusnya sama.
Etikanya nggak benar. Apa jangan-jangan KPK masih nggak paham apa yang mereka kerjakan? Atau para eksekutor yang datangi rumah Nurdin juga dapat informasi yang tidak jelas?
Ketiga, barang bukti yang tidak jelas. Barang bukti korupsi yang dipamerkan hanyalah koper, seharusnya KPK bisa lebih cermat lagi. Bukankah OTT harus mendapati bukti terkait tangkapannya?
Secara kesimpulan, KPK bisa dianggap nggak jelas dalam melaksanakan tugasnya. Kejanggalan-kejanggalan ini membuat rakyat mulai tidak percaya dengan netralitas KPK. Apalagi ditambahkan dengan fakta bahwa KPK ini hanya menangkap yang kecil-kecil.
Seperti gajah di pelupuk mata tidak kelihatan tapi semut di ujung pantai kelihatan. Inilah yang terjadi. Kita melihat di DKI Jakarta sendiri, banyak kasus-kasus yang diduga kuat menjadi lahan bancakan dan KPK diam-diam saja. Anggaran triliunan, tapi yang ditangkap nilainya miliaran saja.
Apakah ini yang menjadi keberpihakan dari DKI Jakarta kepada KPK?. Sekali lagi, kami tidak sedang membela Nurdin Abdullah. Tapi membela akal sehat yang dihina dan diinjak-injak oleh KPK, terkait prosedur yang tidak benar.
Saya ingin KPK yang lebih kuat, bukan yang sok-sok jagoan. Presiden pun sudah membuat peraturan KPK agar lebih kuat. Tapi kok seolah-olah ada clan Taliban di KPK yang mendegradasi KPK, dan ingin menyalahkan Presiden.
Jangan sampai KPK dilemahkan oleh orang dalam. Dewan Pengawas KPK juga harus bekerja lebih baik lagi dalam mengontrol gerakan oknum-oknum busuk KPK. Seharusnya orang-orang yang sudah jelas-jelas terafiliasi kepada politik pendukung Anies, harus di buang, KPK harus netral.
Discussion about this post