Terkait izin investasi miras (minuman keras), sebenarnya sudah ada izin pembangunan pabriknya sejak tahun 1931, dan itu terjadi sebelum Indonesia merdeka.
Artinya miras yang dibuat secara lokal memang sudah ada dari dulu hingga sekarang. Ada yang tahu tidak, Pemprov DKI Jakarta punya saham di perusahan miras?, PT Delta Jakarta namanya.
Entah kenapa tidak pernah ada demo hingga 7 juta umat meminta PT Delta ditutup saja. Sementara ketika Presiden Jokowi baru meneken lampiran aturan investasi, yang belum ada pabrik/perusahaannya, udah ada yang ngancem mau demo.
Soal izin investasi miras yang tadinya masuk dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Aturan investasi miras itu dibuat agar masyarakat di daerah tertentu yang tidak asing dengan miras, dapat meraup nilai ekonomis.
Misalnya di Bali, sebagian masyarakat sudah memproduksi miras secara kecil-kecilan sejak lama. Mereka mampu memproduksi dengan kualitas ekspor, namun karena masuk dalam daftar negatif investasi, yang tidak boleh mendapat penanaman modal, maka tertutup kemungkinannya bagi masyarakat untuk bisa memperluas usahanya hingga bisa mengekspor.
Jadi apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi bukannya MELEGALISASI miras, seperti yang dituduhkan oleh berbagai pihak, industri miras itu sudah ada sejak lama, secara ekonomi, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi itu ada visi ke depannya.
Kita semua tahu, negara kita ini terbuka buat para wisatawan dari manca negara, yang mengkonsumsi miras. Selama ini banyak pula miras yang di datangkan dari luar, bahkan dibeli oleh orang Indonesia.
Kalau masyarakat mampu memproduksi dengan kualitas ekspor. Bisa saja ke depannya Indonesia tidak perlu lagi mengimpor miras. PAHAM TIDAK???
Nantinya produk Indonesia yang dikonsumsi para wisatawan, tidak menutup kemungkinan akan jadi komoditas ekspor.
Kalau ditinjau dari segi ekonomi, dibukanya investasi untuk produksi miras menjadi sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi. Sebagai tambahan informasi, penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) di Bali pada Desember 2020 saja mencapai Rp 673,12 miliar, begitu besar pasarnya di Bali.
Namun, soal ini keburu disikapi dari segi agama oleh gerombolan kadrun yang bodohnya luar biasa, narasi hoaks pun beredar di publik, terutama di kalangan kadrun juga yang cara berfikirnya katrok.
Mereka menyebut bahwa pemerintah Jokowi melegalisasi miras. Bahkan Perpres-nya pun mereka sebut dengan Perpres Miras. Padahal soal investasi miras ini hanyalah sebuah lampiran di Perpres Nomor 10 Tahun 2021.
Entah saking bodohnya, mereka pun percaya saja. Entah memang kuper nggak pernah ke hotel atau ke restoran yang jual miras. Padahal PT Delta Jakarta berdiri tegak di wilayah Bekasi. Tahu Bekasi gak???
Daripada menyebut mereka yang termakan narasi ‘pemerintah melegalisasi miras’ sebagai orang bodoh, mending kita meninjau soal ini dari segi politik saja.
Berbagai pihak melemparkan protes atau menolak adanya izin investasi miras ini. Termasuk NU, Muhammadiyah, MUI, Pemprov dan DPR Papua dan partai politik. Tentu mereka ini tidak pakai ngancem-ngancem akan demo. Yang ngancem pakai demo hanyalah PA 212, yang memang ahlinya demo.
Lihat saja narasi yang disampaikan oleh PA 212. Sebelum pencabutan lampiran oleh Presiden Jokowi, Wakil Sekjen PA 212 Novel Bamukmin sudah menyebarkan keterangan tertulis kepada media bahwa mereka akan menggelar rapat untuk merancang aksi demo.
Novel menudingkan adanya keterkaitan antara pembubaran FPI dengan aturan investasi miras ini.
“Rezim ini memang sudah menghalalkan berbagai cara. Makanya Jokowi ngotot bubarin FPI karena memang diduga kuat didesak oleh industri maksiat atau kemungkaran,” kata Novel dengan gaya bodohnya.
Slamet Ma’arif juga ikut mengomentari, jika pemerintah terus melaksanakan investasi dan melegalkan miras di NKRI, maka dirinya akan mengajak seluruh umat muslim di Indonesia bahkan di dunia untuk turun ke jalan.
“Jika pemerintah terus memaksakan untuk investasi dan melegalkan miras di wilayah NKRI, serta DPR juga seirama dengan pemerintah, maka saya akan ajak umat Islam khususnya Alumni 212 untuk turun kembali ke jalan secara besar-besaran,” pesan Ketua Umum PA 212 Slamet Ma’arif.
Terlihat begitu bodohnya mereka, yang mereka lihat adalah miras itu haram, karena muslim tidak minum minuman beralkhohol, mereka menuduh pemerintah akan melegalkan miras dan memberi permodalan untuk industri miras di Indonesia, padahal pemerintah hanya memberikan ruang bagi usaha kecil miras untuk berkembang dengan persyaratan tertentu agar Indonesia tidak impor miras untuk memenuhi kebutuhan miras bagi wisatawan asing.
Sedangkan Rocky Gerung memainkan narasi bahwa aturan itu menandakan etika buruk dari pemerintah, mencari duit dengan memabukkan orang. Emangnya Rocky Gerung tidak pernah minum minuman keras??
Menurut kami, sebenarnya soal lampiran investasi miras ini merupakan “pancingan” dari Presiden Jokowi untuk melihat sejauh mana aturan ekonomi bisa dipolitisasi oleh para lawan politiknya.
Politisi Gerindra, Arief Poyuono mengatakan, pihak-pihak yang menolak aturan investasi miras ini adalah mafia pengimpor dan penyelundup miras itu sendiri. Bisa jadi. Yang vokal dan ngancem-ngancem tetaplah gerombolan ahli demo. Siapa lagi kalau bukan……
Discussion about this post