Pendukung bayaran si Agus yang kini tidak lagi menjabat sebagai Ketum Demokrat sangat lucu. Demokrat kubu KLB telah melakukan Kongres Luar Biasa, tapi respon mereka justru hanya propaganda media. Mulai dari pernyataan dukungan yang di buat-buat dengan cap jempol darah, sampai yang terbaru demo massa Demokrat kubu Agus.
Massa berbaju biru baju Demokrat melakukan aksi demo di depan gedung Kemenkumham. Mereka menuntut agar hasil KLB di Deliserdang tidak disahkan.
Sebenarnya lucu saja melihat kelakuan Agus dan keluarganya. Berkirim surat agar Jokowi menghentkan Moeldoko. Berkirim surat ke Mahfud MD agar menghentikan KLB. Meminta Polri membubarkan KLB. Lalu sekarang setelah KLB terlaksana, mereka mengerahkan massa ke kantor Kemenkumham.
Mengapa lucu? karena mereka tidak paham dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Sehingga jalan keluarnya adalah demo. Seolah semua masalah di negeri ini bisa diselesaikan dengan demo.
Meski di sisi lain ya menjadi hak geng Cikeas untuk melakukan apa saja. Mau curhat, demo atau pidato, silahkan. Cuma sebagai warga kita merasa prihatin, karena sudah tahu KLB selesai digelar, kok ya masih belum bersiap-siap menghadapi pengadilan?
Bandingkan dengan kubu Moeldoko. Tiba-tiba mereka melakukan KLB. Sukses dan lancar. Tiba-tiba mereka mengajukan susunan pengurus ke Kemenkumham. Lihatlah betapa taktis dan efektifnya langkah yang mereka lakukan.
Rengekan Agus dengan berkirim surat ke Presiden, lalu sekarang demo turun ke jalan, menunjukkan betapa mereka tak punya rencana yang jelas dalam menghadapi masalah yang terjadi di internal partai. Kelihatan bodohnya. Sehingga apapun isunya, apapun masalahnya, demo solusinya.
Namun apapun itu, massa sudah terlanjur turun ke jalan. Semoga nasi bungkus dan ongkos pulangnya sesuai. Karena kasihan kan sudah capek-capek demo, tapi ga dibayar. Jangan seperti yang dulu-dulu, korlapnya kenyang, demonstrannya tercecer di mana-mana ga punya uang.
Cuma, yang kurang dari demo ini belum nampak panglima demonya seperti Rizieq. Nah itu perlu ditentukan dan ditunjuk untuk menambah meriah akhir dari sebuah cerita lebaran kuda 212. Mungkin bisa Andi Malarangeng, atau Roy Suryo yang sangat cerdas dan ahli panci itu. Terserah, pokoknya harus ada yang memimpin.
Jangan sampai Agus langsung yang turun ke jalan. Jenggot baru yang pakai obat perangsang rambut itu bisa kebakaran. Nanti nangis-nangis lagi kayak Pilkada Jakarta, kasihan. Biarlah mas Agus tenang di tempatnya, merangkai kata-kata prihatin dan memelas. Demi menuai simpati rakyat yang diyakininya masih ampuh untuk mendulang suara. Tapi kalau mau turun juga gapapa. Jangan lupa siapin massa agar disalami dengan hormat. Plus fotografer di 7 penjuru mata angin agar semua dapat terekam dengan baik dan instragramable. Mungkin foto-foto itu akan semakin menambah album kenangan tentang cerita berakhirnya klan Yudhyono sang sutradara drama politik Indonesia.
Discussion about this post