Kisruh Partai Demokrat dan tangisan mantan Ketum Demokrat Agus, sepertinya benar-benar ingin dimanfaatkan oleh Gatot Nurmantyo untuk menampilkan kehebatan dirinya. Maklum saja, meskipun peluangnya untuk maju pada 2024 makin menipis, namun mimpi itu masih tetap ada.
Covid-19 yang hendak dia bonceng ternyata tidak efektif untuk mendongkrak nama dan popularitasnya di kalangan umat. Masih segar dalam ingatan ketika ketakutan mulai melanda sejak Maret 2020, gara-gara sebaran covid-19 yang mulai masif. Pemerintah memaklumkan larangan berkumpul, termasuk di tempat-tempat ibadah.
Langkah Gatot sungguh memalukan dalam mencari panggung politik, dengan cara mencari muka, ia mencoba tampil sebagai sosok pahlawan kesiangan.
Dalam situasi pandemi yang cukup mencekam dan membingungkan inilah Gatot tiba-tiba muncul sambil menyerukan agar umat memakmurkan masjid. Alasannya, covid-19 itu ciptaan Tuhan juga. Maka sudah pasti orang-orang yang beribadah kepada-Nya akan terbebas dari penularan.
Gatot mencoba menenagkan masyarakat, namun sangat beresiko tertular. Karena faktanya, covid-19 menjangkiti siapa saja yang lalai menerapkan protokol kesehatan, tak peduli apakah dia taat beribadah atau tidak, apalagi kalau sedang apes.
Walhasil, seruan Gatot tidak mendapatkan sambutan, sebab kebanyakan masyarakat pasti lebih menggunakan akal sehat ketimbang fanatisme beragama yang kebablasan. Dalam hal ini Gatot kalah telak dan terbenam lagi karena malu.
Namun pada pertengahan Agustus 2020 tiba-tiba dia muncul lagi dengan “kendaraan” baru bernama KAMI atau Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Di sana dia bergandengan tangan dengan sejumlah tokoh yang selama ini “tidak suka” terhadap pemerintah Jokowi. Uniknya beberapa orang anggotanya berambisi menjadi presiden, seperti Rizal Ramli, Din Syamsuddin, dan si Gatot sendiri.
Adapun Rocky Gerung, Refly Harun, Fadli Zon, kemungkinan berharap kecipratan jatah menteri apabila tujuan KAMI tercapai. Dalam arti, negara mengalami kejadian luar biasa sehingga terjadi reformasi kepemimpinan, di mana salah satu dari KAMI itu menjadi pimpinan nasional, entah itu si Gatot, Din, atau Rizal Ramli. Dan KAMI akhirnya seperti mati suri, sosok Gatot kembali nyungsep.
Tak mau menyerah sampai di situ, Gatot nongol lagi ketika Partai Demokrat mengadakan KLB di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat 5 Maret 2021 lalu, yang meminang Moeldoko, kepala staf kepresidenan terpilih menjadi ketua umum Demokrat.
Di sela hiruk-pikuk KLB Demokrat yang menyedot perhatian masyarakat, Gatot mengungkapkan bahwa pernah ada oknum yang mengajaknya merebut Demokrat dari AHY. Jika berhasil maka Gatot jadi ketua umum, dan dari sana jalan menjadi lempang untuk ikut Pilpres 2024. Tapi Gatot menolak dengan alasan tidak tega mengkhianati SBY yang telah membesarkan dirinya.
Ketika berita ini viral, nama Gatot pun kembali dibicarakan di medsos. Banyak yang memuji dan mengagumi akhlaknya yang mulia, karena tidak gila jabatan, tahu membalas budi, dll. Dia juga disanjung sebagai patriot sejati, jenderal yang amanah, panutan dalam beragama, dll.
Kemudian untuk semakin memanaskan suasana, Gatot kembali melengkapi ceritanya itu dengan narasi bahwa oknum yang mengajaknya merampas kursi ketum itu dulu turut membantu mendirikan Partai Demokrat.
Tapi sayang sekali, hingga sejauh ini, cerita tinggal cerita. Siapa oknum yang dimaksudkan oleh mantan panglima TNI itu belum teridentifikasi. Kepada publik hanya diberikan semacam info yang sulit dikonfirmasi kebenarannya.
Pernyataan Gatot langsung disamber oleh Jhonni Allen Marbun, kader senior Demokrat, pendiri Demokrat, dan kini pelaku KLB Deliserdang, yang menantang Gatot untuk memberi tahu siapa oknum yang pernah mengajaknya menggulingkan AHY. Namun Gatot diam seribu kata, nyungsep lagi.
Padahal itu penting supaya tidak terkesan hanya asbun alias asal bunyi. Sebab kalau hanya sebatas itu, lalu apa bedanya dengan ketika Gatot lantang menuding soal PKI yang bangkit lagi. Namun ketika diminta untuk menunjukkan satu saja anggota PKI yang dia maksudkan itu, jawabnya muter-muter. Kita yang jadi pusing sendiri.
Gatot belum lagi “melunasi” hutangnya dengan cara membuka jati diri oknum yang mengajaknya untuk mengkudeta AHY, dia kini seperti menyindir Moeldoko sebagai tidak ksatria. Menurut Gatot, yang kesatria itu adalah dirinya, ia mencoba menggiring publik agar melihat sisi kesatriaan dirinya.
Di acara Najwa Shihab, Gatot mengatakan bahwa dirinya lebih ingin berbicara terdepan, mengajak siapa pun mantan prajurit TNI yang ingin melanjutkan pengabdian melalui bidang politik, berlandaskan etika dan kehormatan prajurit. Etika politik yang berkepribadian. Gatot ingin menggarisbawahi bahwa dalam kompetisi, semua orang harus mengedepankan sikap ksatria, etika, dan moral.
Kemudian dia melontarkan pujian kepada seniornya di TNI, Prabowo dan Wiranto yang memilih mendirikan partai politik sendiri ketimbang ribut-ribut. Pujian ini di lain pihak bisa diartikan sebagai sindiran terhadap Moeldoko yang kini menjabat Ketum Demokrat.
Namun sebelum Gatot lebih jauh bicara soal sifat ksatria yang melekat pada dirinya, alangkah baiknya jika dia mengungkap dulu ke publik tentang siapa yang mengajaknya mengkudeta AHY? Ini peristiwa baru, orangnya pasti masih ada, bukti-bukti tentu masih kuat. Pak Gatot yang terhormat dan kesatria, menyebar info tak berdasar di masyarakat, apalagi punya tujuan menipu dan membohongi publik demi popularitas pribadi, itu sama sekali bukan sikap ksatria. Itu malah lebih condong karakter seorang pengecut. Usaha anda mendongkrak popularitas seperti nama anda Gatot, Gagal Total.
Discussion about this post