Di Indonesia, demokrasi dipakai oleh sebagian orang untuk mencari sensasi dan sebagai ajang cari muka agar dianggap sebagai musang berbulu domba.
Sensasi yang dimaksud adalah narasi-narasi sesat yang sebenarnya sangat berbahaya bagi negara ini. Narasi-narasi terutama yang berkaitan dengan politik, ideologi dan bahkan agama. Yang paling parah adalah gabungan dari ketiga itu.
Dicampuraduk dan dijadikan sebagai satu formula untuk digunakan oleh siapa pun yang mau cari muka, terutama bagi yang ingin berkuasa.
Sebagai contoh, saat ini Indonesia sedang diserang oleh dua aksi terorisme yang berdekatan waktunya. Yang pertama adalah bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Dan tidak lama kemudian, serang ke Mabes Polri.
Logikanya, aksi seperti ini tidak dapat dibenarkan. Tapi atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, ada yang seenaknya menjadikan ini sebagai sensasi dan terkesan ingin membela, dengan pertanyaan tendensius, apakah ini settingan, apakah ini hanya rekayasa intelijen atau apakah ini adalah pengalihan isu?
Mereka menggunakan tameng demokrasi untuk mencari sensasi. Orang-orang licik dan tak tahu malu, yang dengan seenaknya menyebarkan opini yang tendensius.
Apalagi ada yang terkesan memojokkan pemerintah. Saya tak usah sebut siapa orang-orang atau pihak yang berselancar di atas isu. Mereka ini memang kumpulan orang biadab tak berotak yang mengaku punya otak.
Bahkan ada yang membuat pernyataan tendensius yang seolah pemerintah ingin men-teroris-kan FPI.
Ditambah lagi dengan banyaknya pernyataan dari beberapa politisi, orang partai, tokoh lumayan terkenal bahkan dari pemuka agama sekali pun.
Benar, setiap orang berhak menuangkan pendapat dan analisis seperti ini. Tapi, apakah mereka pernah berpikir, kalau pernyataan tendensius seperti ini bisa dianggap sebagai alasan bagi siapa pun yang mendukung dan akan melakukan teror lanjutan? Mereka seolah didukung dengan opini pancingan seperti ini.
Yang dihadapi saat ini adalah radikalisme dan terorisme, yang bisa menghancurkan negara ini.
Yang ada di otak mereka adalah pelampiasan emosi yang lama terpendam. Harusnya mereka paham, ini harus distop, bukan menambah bumbu dan kecap agar isu ini makin besar.
Coba lihat, sejak FPI dibubarkan, ada saja yang mengutuk dan protes. Saat Rizieq ditahan, banyak juga yang protes dan ngamuk.
Padahal kita tahu Rizieq ini sangat berbahaya dan harusnya dibuang saja dari negara ini. Tapi kenapa banyak yang seolah mendukung?
Apakah karena FPI sangat bagus dijadikan sebagai pion bodoh untuk kepentingan politik sebagian orang sehingga kehancuran FPI dirasa sangat merugikan yang bersangkutan?
Apakah ada yang sedang ingin menyelamatkan muka FPI dan Rizieq karena kelompok ini sangat diperlukan untuk politik?
Kita semua tahu mereka ini bela agama cuma di mulut doang, tapi isi dalamnya adalah membela kepentingan politik sebagian orang.
FPI dan kelompok sekutunya ini sudah berulang kali turun ke jalanan, demo dengan tujuan beragam. Demo segala urusan. Mereka ini sudah menjadi branding yang sangat kuat kalau bicara soal demo. Bicara demo, pasti tidak akan bisa tidak bicara soal FPI dan kelompok sejenisnya.
Inilah yang saya sebut berlindung di balik kebebasan menuangkan pendapat yang faktanya sering kebablasan dan membuat negara ini rentan jadi ajang adu domba hingga pertumpahan darah.
Apalagi sebagian orang begitu mudahnya diiming-imingi surga, begitu mudahnya didoktrin dengan ajaran dan narasi sesat.
Discussion about this post