Berbagai macam usaha dan upaya yang dilakukan Kubu Rizieq dalam menyelamatkan si Imam Besar FPI, sudah seperti sederet huruf alphabet saja. Sekian banyak manuver hukum yang dilakukan, mulai dari pengajuan pra-peradilan hingga membuat kegaduhan di ruang sidang, tak merubah pendirian hakim persidangan, yang sepertinya memang tertarik untuk menyeret kasus-kasus si Imam Besar ke sesi pembuktian dan mendengarkan keterangan para saksi.
Komentar-komentar yang sedari awal dilontarkan konco-konco Rizieq sudah tak terhitung jumlahnya. Mulai dari orang selevel abal-abal, hingga orang yang bergelar dan berpengetahuan ilmu hukum. Tapi mau apa dikata, sekali pidana ya tetap saja pidana. Dan fakta pidana ini yang tidak bisa merubah keadaan walaupun 1001 orang dikerahkan untuk membuat 1.000.001 komentar yang menyudutkan Negara.
Bagi kami yang muslim, komentar-komentar konco-konco Rizieq sebenarnya hanya ditujukan bagi kalangan mereka sendiri. Mereka sadar bahwa peperangan telah dimenangkan pihak lawan. Nasib FPI sebagai sebuah mazhab baru aliran Islam, sekarang benar-benar sudah diujung tanduk. Ummat Islam Nusantara sudah paham, bahwa apapun yang kubu Rizieq katakan, hanyalah sebatas penghiburan diri belaka.
Namun dekimian, dalam keadaan menangpun, kita tak bisa terus membiarkan komentar-komentar yang menyesatkan betebaran bebas di ruang jagat maya. Kalau counter attack yang kita lakukan bisa menyadarkan 1 atau 2 ummat FPI menjadi waras dan berakal sehat, kan itu lumayan.
Seperti komentar yang kami temukan yang dikeluarkan oleh Direktur Habib Rizieq Shihab Center, H. Abdul Chair Ramadhan. Dalam responnya terhadap kasus kerumunan HRS di Petamburan, dia berdalih bahwa dalam asas legalitas dijelaskan bahwa undang-undang harus dirumuskan secara perperinci dan cermat, dengan didasarkan pada prinsip um crimen, a poena sine lege certa.
Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.
Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan.
Dalihnya bagus juga. H. Abdul Chair Ramadhan dalam keterangannya mengatakan, “Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa rumusan perbuatan pidana harus jelas, tidak bersifat multitafsir yang bertentangan kepastian hukum. Istilah kerumunan acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang berbarengan acara pernikahan putri Habib Rizieq, bukan perbuatan pidana. Pelanggaran terhadap prokes (protokol kesehatan) sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang, tidak menjadi unsur delik”.
Ditinjau dari ajaran kausalitas (sebab akibat), lanjut Abdul, berkerumunnya banyak orang saat itu, karena acara Maulid Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, perbuatan seseorang yang cakap tidak mungkin dikatakan dilarang, selama belum ada ketentuan yang melarangnya, dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya.
Ini berarti hukum pidana tidak dapat berlaku ke belakang terhadap suatu perbuatan yang belum ada ketentuan aturannya, karena itu hukum pidana harus berjalan ke depan. Sekilas terdengar ‘sok iye’ penjelasan Abdul Chair Ramadhan. Tapi peraturan pelarangan diadakannya kerumunan sudah ada, lama sebelum Rizieq Shihab pulang ke Indonesia.
Bahkan, dengan dijatuhkannya denda administrasi sebesar Rp 50 juta oleh Pemda DKI Jakarta, ini menjadi bukti penguat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Rizieq sudah dikatagorikan sebagai melanggar. Dan atas pelanggaran itulah, hukum pidananya diterapkan. Kalau sudah begini, artinya, apa yang sudah dilakukan aparat penegak hukum sudah benar.
Lalu kami membaca judul dari berita yang menuliskan “HRS Center: Mempidana Habib Rizieq Sama Saja Mengkriminalisasi Maulid Nabi Muhammad”. Ini menjadi lucu! Kata yang digunakan pada judul berita adalah “mengkriminalisasi Maulid Nabi Muhammad”, yang kalau diartikan dengan bahasa yang lebih sederhana, artinya Maulid Nabi Muhammad SAW adalah sebuah perayaan terlarang, yang jika dirayakan, maka orang yang merayakannya dianggap telah melakukan tindakan kriminal.
Apa mungkin sebuah negara dengan penduduk penganut agama Islam terbesar di dunia, menganggap Maulid Nabi Muhammad SAW sebuah perayaan terlarang hingga merayakannya dianggap kriminal? Sungguh sebuah komentar yang sangat tidak masuk akal, saking kepepetnya kubu Rizieq.
Tapi itulah kubu Rizieq, apapun mereka upayakan untuk membebaskan si imam besar. Untungnya, rakyat Indonesia sudah merasa jengah dan paham, bahwa Indonesia tak membutuhkan mazhab baru dalam agama Islam. FPI memang patut untuk ditetapkan menjadi ormas terlarang dan Rizieq, tak lebih hanya seorang pembuat keonaran.
Discussion about this post