Pasca ditangkapnya Riziek oleh aparat, publik menunggu kapan Munarman dapat giliran. Beberapa bulan berlalu, banyak orang mengira bahwa Munarman mungkin rekan seperjuangan dari Iron Man atau Spider Man.
Mungkin itu juga sebabnya, aparat lebih memilihkan tokoh Daredevil untuk Munarman. Selain karena Daredevil nggak ikut dalam kelompok Avengers, juga karena Daredevil kan cuman manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah. Bedanya, kalau Daredevil buta matanya, kalau Munarman buta tititnya.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sepandai-pandainya monyet melompat, ya tetap monyet juga. Kejadian Selasa kemarin langsung menyentak perhatian kita. Penangkapan Munarman yang dramatis dalam video 22 detik (atau 3 detik lebih lama dari video yang itu), segera merambah semua grup WA dalam hitungan menit .
Tak hanya disebut teroris, munarman juga disebut manusia kuat di Indonesia, kok bisa? belum dengar kabar balada cinta sekjen FPI? Munarman kepergok main wik wik dengan muslimah bernama Lily Sofia yang seksi itu selama 20 jam. Camera CCTV hotel adalah bukti otentik yang tak akan bisa dimanipulasi lagi.
Mungkin tahun ini kita nggak bisa mudik, tapi penangkapan Munarman, adalah early THR dari Polri, yang dikirim untuk semua pencinta NKRI.
Lanjut ke PKS. Ngomongin PKS memang tidak akan ada habisnya. PKS adalah ironi sekaligus tragedi. Berangkat dari mimpi-mimpi para cendekiawan muslim, untuk membangun sebuah partai kader yang bersih, jujur serta Islami, partai ini terjerembab menjadi partai “sok Islami”.
Alih-alih menjadi partai yang punya visi dan nasionalisme, PKS terus terjebak kepada tetek bengek dan simbol-simbol Islam yang sifatnya ragawi.
Selain terjerumus dengan kasus-kasus korupsi, citra PKS juga diperburuk dengan masalah selangkangan, entah yang haram maupun yang “dihalalkan”. Ditopang dengan memperalat ayat serta mayat, dipuncaki dengan dukungan nyata kepada organisasi terlarang HTI, yang terang-terangan mau mengganti Pancasila dan UUD 45.
Kasus Kuntjoro Pinardi adalah contoh nyata sebuah ironi. Orang tidak lagi melihat Kuntjoro dalam hal kompetensi. Tidak lagi memperhatikan rekam jejak, latar belakang pendidikan, bahkan kenyataan bahwa dia adalah anak murid dari Habibie. Semua terhapus, semua hangus gara-gara ada noda PKS di dalam riwayat diri.
Kita tidak sedang ingin memperdebatkan keterlibatan Prabowo atau polemik bahwa Kuntjoro sudah tidak aktif sebagai caleg PKS, dsb. Kita hanya pingin menyoroti, betapa PKS sekarang sedang “ber-evolusi”, baik interior maupun eksteriornya.
Ketika berdiri, PKS sangat digandrungi oleh anak-anak muda dan intelektual. Saat ini, anggota partai ini mirip seperti penderita kusta, dinista dan dijauhi masyarakat. Partainya sendiri, sudah hampir setara dengan PKI. Mereka yang pernah jadi simpatisan, malu-malu untuk mengakui. Semoga kejadian yang sama, tidak terjadi pada PSI.
Barusan PKS tiba-tiba sowan ke PDIP, yang notabene adalah musuh bebuyutannya. Ini jelas sebuah tanda desperate dari partai, yang sekarang warna logonya mendadak jadi oranye. Mungkin mereka sedang berusaha meniru warna kebesaran dari Belanda, atau mereka sedang membangun persepsi, bahwa PKS itu partai yang menyegarkan dan penuh vitamin C.
Satu lagi tokoh kocak yang tak akan pernah habis dibahas, ia adalah penguasa DKI, Anies Baswedan. Tahun 2017 harus diakui adalah “masa kejayaan” dari kelompok-kelompok radikal. Diawali dengan demo yang episodenya mirip sinetron Ikatan Cinta, dipuncaki dengan kalahnya Ahok di Pilkada DKI dan langsung digelandang masuk bui.
Hanya orang naif dan orang bodoh, yang tidak tahu kalau Anies punya ambisi menduduki posisi tertinggi negeri ini. Segala langkah dilakukan, semua janji dilontarkan, semua pencitraan dikerahkan. Terakhir, foto Anies yang duduk bareng juragan beras tersebar luas, saat duduk santai di Posko Kemenangan. Pernyataan tentang kerja sama untuk ketahanan pangan DKI, jelas hanyalah sebuah bualan.
Anies dan TGUPP-nya jelas bukan sekedar gerombolan tanpa otak. Mereka mengerti, mulai 2022, hilang momen untuk bisa terus menanjak. Di penghujung masa jabatannya, dia harus cepat bertindak. Apalagi, selama jadi Gubernur, tidak ada visinya yang bisa dieksekusi dengan layak.
Anies merasakan keindahan persekutuan dengan PKS, FPI serta HTI. Segala politisasi ayat dan mayat, terasa begitu nikmat. Saat ini ketika FPI dipreteli dan PKS dipersekusi, langkah Anies layak dilihat dengan cermat. Dia tahu, tetap mendekat dengan kelompok radikal saat ini, hampir sama dengan kena skak mat. Masalahnya, pendukung militannya rata-rata memang dari kelompok “pencinta ayat”.
Kita saksikan saja, drama politik ini sambil menunggu buka puasa. Munarman tetap digelandang, walau dia teriak minta sandal. Kuntjoro Pinardi mundur setelah 5 hari, karena tidak kuat mental. Kami yakin Anies akan mempertahankan diri, supaya tidak dianggap cemen sebagai capres pilihan milenial.
Discussion about this post