Gara-gara soal kuliner Bipang Ambawang, masyarakat pada heboh dan gaduh. Ada pula yang kebakaran jenggot. Ada yang protes tak rela. Ada yang memojokkan. Di balik keributan itu, kita sempat teralihkan oleh isu yang sedang hangat di KPK yaitu 75 pegawai yang tidak lulus tes TWK, termasuk salah satu di antaranya adalah Novel Baswedan.
Ternyata di saat heboh Bipang usai, kita mendapat sebuah berita mengejutkan. Apakah ini berita bagus atau tidak, tergantung siapa yang melihat. Bagi kita, ini kabar sangat bagus. Bagi kelompok lain, ini kabar yang bikin jantung mendadak copot dan tensi darah mendadak naik drastis.
Novel Baswedan bersama 74 pegawai KPK lainnya yang dinyatakan tidak lolos asesmen tes TWK yang menjadi syarat alih status pegawai menjadi ASN resmi dinonaktifkan KPK.
Penonaktifan 75 pegawai KPK itu berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. SK itu tertanda Ketua KPK Firli Bahuri yang ditetapkan di Jakarta 7 Mei 2021.
Ada empat poin dalam SK penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK itu.
Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut tidak memenuhi syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.
Poin kedua, memerintahkan pegawai yang tidak lolos agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Poin ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Poin keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Novel tentu saja protes dan tidak rela seolah KPK itu punya dia dan tidak boleh diklaim orang lain. Dia menyebut akan melawan keputusan tersebut. Dia bersama pegawai lain sedang berdiskusi membahas masalah itu.
“Nanti ada tim kuasa hukum dari koalisi sipil yang ingin melihat itu karena agak lucu juga, SK-nya kan SK pemberitahuan hasil asesmen, tapi kok di dalamnya menyebut menyerahkan tugas dan tanggung jawab, bukan pemberhentian lho,” kata Novel.
Novel menilai penonaktifan 75 pegawai KPK yang gagal dalam TWK bukan proses yang wajar. Menurutnya, hal itu merupakan upaya yang sistematis ingin menyingkirkan orang yang bekerja baik untuk negara.
Gagal tes, ngamuk. Yang lolos lebih banyak. Yang gagal tes cuma 75, tapi protes dan mau melawan balik. Ibarat ada ujian kenaikan kelas, sebagian tidak lolos dan tinggal kelas, malah melawan balik agar gurunya disalahkan. Waras gak nih?
Melihat gaya dan tingkah Novel ini, semakin terlihat jelas bahwa orang ini sudah pas dinonaktifkan. Dari tingkahnya, dia merasa paling benar, arogan dan tidak boleh ada yang lebih baik darinya. Seolah ini KPK punya milik pribadi mirip partai prihatin yang diklaim keluarganya sendiri.
Novel ini statusnya karyawan kok melawan? Ini membuktikan bahwa dia sangat ambisius dan nafsunya sangat mengerikan. Atau mungkin sangat ketakutan kalau tidak punya pengaruh apa-apa lagi di KPK.
Justru karena inilah, pemerintah jangan sampai kendor ketika mereka melawan. Mereka pasti akan gunakan permainan basi play victim sambil menghasut masyarakat agar membela mereka, ditambah dengan opini sampah dari media tempe yang suka pakai diksi ‘katanya’, ‘konon’, ‘diduga’ disertai sumber yang entah dari mana (mungkin dari planet lain).
Sudah saatnya KPK direstorasi besar-besaran agar semakin kuat dan tidak tebang pilih. Sebelum ini, KPK cenderung tebang pilih dalam mengungkap sebuah kasus. Kenapa? Tahu sendiri lah. Ada satu yang terlihat sangat powerful sehingga selalu lolos dari pantauan dan pengusutan. KPK seolah buta soal ini.
KPK harus lebih baik lagi dari sekarang agar dapat mengambil kembali kepercayaan masyarakat yang sempat terbelah soal isu ini. KPK ke depan harus bisa buktikan, bahwa tanpa Novel Baswedan pun, KPK baik-baik saja, bahkan lebih kuat lagi.
Di atas langit masih ada langit. Narasi Novel itu hebat hanyalah bentuk kepanikan yang luar biasa. Selama ini sangat nyaman dengan sepak terjangnya, sekarang sirna semua. Panik gak? Panik lah, masa gak panik.
Discussion about this post