Anies mungkin kepala daerah yang paling boros dalam menggunakan APBD. Beberapa anggaran janggal namun sangat memboroskan sudah menjadi rahasia umum. Kesannya Anies hanya sekedar menghabiskan APBD tanpa mempertimbangkan kemanfaatan. Sekedar ingin dianggap sebagai kepala daerah yang mampu menyerap anggaran semaksimal mungkin.
Cukup banyak anggaran Pemprov DKI yang menjadi sorotan masyarakat, di antaranya:
Pertama, pengadaan alat pengeras suara atau toa yang akan dipakai sebagai sistem peringatan dini banjir Jakarta. Alasannya, kata Anies peringatan dini banjir Jakarta yang sebelumnya dilakukan Pemprov melalui media sosial dianggap kurang maksimal sebab tidak semua warga mendapat informasi serupa. Oleh sebab itu, Pemprov mencoba memperbaiki peringatan dini banjir salah satunya dengan cara pengumuman melalui toa. Total anggaran untuk pengadaan toa ditaksir mencapai Rp 4 miliar.
Kedua, pengadaan jalur sepeda hingga Rp 73 miliar. Dinas Perhubungan DKI menyatakan anggaran sebesar itu bukan hanya untuk jalur sepeda, melainkan untuk akumulasi sejumlah marka jalan di jalur Transjakarta juga.
Ketiga, lem aibon senilai Rp 82,8 miliar dalam usulan Sukudinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat.
Keempat, anggaran pulpen. PSI sempat menyoroti anggaran pulpen di Dinas Pendidikan yang bernilai Rp 123,8 miliar. Atas temuan ini, dinas menyatakan akan melakukan penyesuaian kembali dengan kebutuhan sekolah.
Kelima, Komputer. PSI juga mempersoalkan keberadaan anggaran ribuan unit komputer yang harga satuannya menembus angka Rp 15 juta. Dinas Komunikasi juga disasar karena memasukkan anggaran pengadaan storage dan server hingga Rp 65,9 miliar.
elain anggaran janggal, Anies juga membuang-buang uang dengan membangun hal-hal yang tidak penting seperti Instalasi Bambu Getah Getih, Monumen Sepeda, dan Instalasi batu Gabion. Pemprov DKI juga kelebihan membayar dalam dua proyek pada tahun 2019. Kelebihan bayar itu ditemukan pada pembelian paket pengadaan alat mobil pemadam kebakaran dan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di gedung sekolah. Menurt Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut kasus kelebihan bayar proyek pemerintah DKI Jakarta adalah celah korupsi.
Meskipun Anies seringkali bermasalah dengan APBD, namun tak pernah sekalipun Anies kena OTT KPK. Boro-boro kena OTT, KPK nampak tak berani melirik atau mengendus Anies. Anies nampak begitu bebas memainkan anggaran di DKI Jakarta.
Banyak pihak yang menganggap KPK begitu memble ke Anies karena faktor Novel. Novel adalah sepupu Anies. Bagaimanapun ikatan keluarga turut mempengaruhi sikap. Lumrah kalau ada keinginan Novel untuk melindungi saudaranya. Makannya Novel mati-matian mempertahankan posisinya di KPK mungkin karena punya misi ingin melindungi Anies selama memimpin DKI Jakarta.
Namun selain karena faktor keberadaan Novel di KPK, nampaknya ada faktor lain yang membuat Anies aman dalam memainkan anggaran. Faktor itu adalah keberadaan KPK level DKI yang dibentuk oleh Anies. Anies membentuk pengawas praktik korupsi. Namanya Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi atau TGUPP KPK DKI. Dia berharap KPK DKI dapat membantu gubernur mencegah praktik rasuah.
Sekilas mungkin tujuan Anies membentuk KPK level DKI itu mulia. Namun jika ditelusuri lebih jauh, keberadaan KPK DKI ini justru bisa dimanfaatkan Anies untuk mengamankan dirinya. Orang-orang KPK level DKI ini adalah orang-orang Anies. Hampir mustahil mereka akan mengusut Anies jika ada anggaran yang janggal.
Keberadaan KPK level DKI bisa jadi adalah upaya Anies agar KPK pusat tidak terlalu menyoroti apa yang ada di Pemprov DKI. Sebab sudah ada KPK level DKI. Jadi KPK pusat diharapkan lebih fokus ke daerah lain saja. KPK pusat cukup mempercayakan pengawasan korupsi ke KPK level DKI yang isinya orang-orang Anies semua.
Buktinya, ketika ada isu Anies mendapat rumah dari pengembang reklamasi, KPK level DKI langsung pasang badan. Menanggapi isu yang beredar tersebut, Anggota Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta atau TGUPP DKI bidang pencegahan korupsi, Tatak Ujiyati membantah dengan keras isu tersebut. Menurut Tatak, tuduhan menerima rumah mewah dari pengembang merupakan fitnah jahat.
Jadi sekarang semakin jelas kenapa Anies aman-aman saja memainkan anggaran seenak jidat tanpa takut diciduk KPK. Di KPK pusat ada sepupunya, sedangkan KPK DKI adalah orang-orangnya.
Discussion about this post