Seandainya Jokowi jadi presiden sejak tahun 2004, mungkin saat kini kita sudah menikmati infrastruktur yang bagus di seluruh pulau di Indonesia. Sementara tol laut pun sudah menghubungkan transportasi antar pulau dengan masif. Rakyat pun menikmati jaringan internet hingga di pelosok.
Transportasi dan komunikasi, 2 hal penting yang dibangun oleh Jokowi buat rakyat. Kalau kedua hal ini beres dan merata, maka rakyat akan makin makmur. Tentu saja saya sadar bahwa itu sekedah khayalan. Bahwa ada waktu 10 tahun di mana duit rakyat nggak jadi apa-apa dan malah jadi sasaran korupsi. Nyebelin banget kan?
Lucunya, para kader partai Demokrat sekarang ini kerap menyerang Jokowi. Ketumnya pun sok pinter mengomentari kinerja pemerintah. Memangnya sudah bikin apa? Atau tanya saja bapaknya sudah bikin apa selain proyek-proyek mangkrak macam Hambalang? Padahal Presiden Jokowi pun sudah menyelesaikan beberapa proyek mangkrak lho.
Nah, mungkin karena kuwalat sama Presiden Jokowi, jadi ada saja kejadian yang mengungkap dosa dan borok lama SBY ketika masih jadi presiden. Yang baru saja terbongkar terkait data PNS (pegawai negeri sipil).
Hal ini diungkap oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Dia memaparkan bahwa sejak Indonesia merdeka, baru dilakukan 2 kali dilakukan pemutakhiran data PNS. “Pertama tahun 2002 itu dilakukan melalui daftar ulang PNS dengan sistem yang masih manual.
Kemudian pada 2014 kita melakukan kembali pendataan ulang PNS, tapi saat itu kita sudah melakukannya melalui elektronik,” ujar Bima. Pemutakhiran pada tahun 2014 itu yang kemudian membongkar fakta penting dan memalukan. “Hasilnya apa? Ternyata hampir 100.000 tepatnya 97.000 data itu misterius. dibayarkan gajinya, membayarkan iuran pensiun, tapi tidak ada orangnya,” ungkap Bima Sumber.
Waduhh, kok bisa? Itu yang berkuasa selama 10 tahun ngapain aja? Kok data PNS sampai tidak beres, bahkan jadi data bodong? Masak selama 10 tahun tidak tergerak untuk mengecek data PNS? Atau niatnya memang tidak untuk bekerja?
Soal data ini konsisten dengan apa yang juga diungkap oleh mantan Menteri Keuangan (Menkeu) di era SBY, M. Chatib Basri. Ketika ia menceritakan pengalamannya menjadi Menkeu. Saat dia harus menetapkan target penerima bantuan sosial, namun data orang miskin tidak tersedia.
Dengan ketiadaan data tersebut maka akhirnya pemerintah memutuskan penyaluran bantuan tunai dilakukan melalui antrian. Dengan asumsi bahwa warga kelas menengah dan menengah ke atas tidak akan mau menghabiskan waktu buat antri hanya untuk mendapatkan bantuan tunai sekitar Rp 200.000. Jadi hanya orang-orang yang membutuhkan saja yang mau antri Sumber.
Chatib Basri menjabat sebagai Menkeu di akhir masa pemerintahan SBY, sejak Mei 2013 hingga Oktober 2014. Artinya, data orang miskin juga tidak pernah diolah selama 2 periode SBY berkuasa. Dan sekarang terungkap, data PNS pun juga tidak pernah dicek dan diurus dengan benar. Memalukan!
Bagaimana kondisi data PNS saat ini? Menurut Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, data misterius tersebut waktu itu sudah disampaikan ke masing-masing instansi untuk ditindaklanjuti.
Sejak 2014, data misterius sudah berkurang. Kemudian BKN mengubah sistem pemutakhiran data atau pendataan ulang PNS dengan sistem baru. Menurut Bima Haria, pemutakhiran data saat ini tidak lagi dilakukan secara berkala, karena sudah bisa dilakukan secara mandiri oleh masing-masing PNS.
Bahkan sudah ada aplikasinya, buat PNS memperbarui datanya sendiri, yakni aplikasi MYSAPK. Sepertinya sudah memakai SAP seperti di perusahaan-perusahaan swasta? Bisa jadi ya, saya tidak mencari tahu lebih lanjut. Yang pasti, juga sudah ada monitoring untuk memastikan bahwa masing-masing PNS sudah memutakhirkan datanya. Dan sudah pula diterbitkan aturannya. Sumber Sumber
Apakah PR pemerintahan Presiden Jokowi sudah tuntas? Tentu saja belum. Terkait data, kita sedang menuju ke sana. Ke arah yang lebih baik. Integrasi data penduduk nampaknya juga makin baik. Dengan makin seringnya kita diminta mencocokkan nomor kartu keluarga dengan nomor KTP.
Tapi tetap masih banyak kekurangannya, bahkan sempat cegukan hebat. Dengan adanya kebocoran data yang diduga berasal dari BPJS Kesehatan. Ketika pengumpulan dan pemutakhiran data makin baik, pemerintah dihadapkan dengan tantangan menjaga agar data tersebut secure, aman, tersimpan dan tentunya tidak sampai bocor. Seandainya saja Jokowi jadi presiden sejak 2004.
Discussion about this post