Novel Baswedan tampaknya tidak terima dengan opsi pembinaan yang akan dilakukan kepada 24 pegawai KPK. Dia menolak keras. Ke 24 pegawai tersebut dapat kesempatan untuk kembali mengikuti tes TWK agar bisa menjadi ASN di KPK.
“Saya pun masuk 24 nama itu, akan menolak,” kata Novel.
Berarti Novel Baswesan termasuk punya peluang sekali lagi agar selamat. Tapi tampaknya dia tetap ingin melakukan perlawanan dan tekanan. Dia menyebut kalau kebijakan tersebut tidak penting. Dia menyebut tidak lolosnya 75 pegawai KPK dalam TKW telah menghina dirinya beserta rekan-rekannya.
“Bagi saya tidak penting mau masuk yang mana, cuma ini penghinaan, seandainya orang dilekatkan stigma seolah-olah adalah seorang yang tidak pancasilais, dan segala macam itu kan menghina ya. Apalagi proses mekanismenya berjalan dengan hal-hal yang tidak standar,” katanya.
Nah, dengan demikian, bukankah tugas KPK jauh lebih mudah? Silakan pecat saja semuanya, beres. Toh, Novel Baswedan jelas-jelas mau cari sensasi dengan melawan membabi buta. Dari perkataannya, ada kesan hanya satu yang dia inginkan, yaitu semua 75 pegawai itu kembali menjadi pegawai sah dan tidak ada satu pun yang dipecat. Ini sudah termasuk ke dalam tindakan pemaksaan dan perlawanan yang ngotot.
Kalau dia tetap tidak mau dibina, jadi apa lagi? Bukankah itu artinya dia sendiri meminta agar dikeluarkan? Tidak ada salahnya mengabulkan permintaan orang dengan lebih cepat dalam waktu sesingkat mungkin untuk kebaikan bersama.
Novel Baswedan harusnya malu dan tahu diri. Sering secara tersirat mengaku berintegritas, tapi belakangan ini sikap dan perilakunya jauh dari berintegritas. Lebih mirip orang yang mau menang sendiri dan egois.
Kalau memang menolak, silakan mundur dari KPK. Ayo mengundurkan diri dengan gentleman. Kalau memang tidak senang lagi dengan kondisi dan kenyataan, silakan menghilang saja. KPK juga tidak akan kehilangan banget dengan orang ini.
Dia menolak hasil tes TWK, mau dibina tapi tetap menolak, merasa terhina, tapi diam-diam melapor ke Komnas HAM. Kira-kira orang ini disebut apa? Bukankah ini namanya mau cari ribut dengan sengaja?
Tak usah main drama dengan tema menyingkirkan orang berintegritas, drama konspirasi murahan untuk melemahkan KPK dan lainnya. Publik muak dengan narasi kekanak-kanakan seperti ini.
Kalau memang merasa tidak enak dengan 51 pegawai yang sudah tidak tertolong, sebagai rasa setia kawan dan solidaritas, silakan mundur saja. Sama-sama mundur, sama-sama dikeluarkan. Ini lebih jantan dan ksatria dalam menerima kekalahan ketimbang protes ke sana kemari dengan narasi-narasi tak bermutu.
Jangan kayak capres yang kalah pilpres 2019, lalu teriak dicurangi, ngaku menang dengan hasil quick count internal super rahasia, bikin acara legendaris sujud syukur. Kalah tapi bikin ribut adalah salah satu sikap paling pengecut.
Tidak bisa menerima kekalahan dan kenyataan pahit sambil membuat tuduhan membabi buta bukanlah sikap orang yang punya integritas. Itu adalah sikap orang yang dipenuhi nafsu tak terkendali. Ini harus jadi alarm bagi pemerintah.
Mungkin dia dan yang lainnya takut gagal lagi untuk kedua kalinya dalam tes TWK. Mengikuti kembali tes TWK, artinya ada kemungkinan gagal lagi, kan? Fifty fifty. Bisa lolos, bisa gagal. Bisa jadi ini yang mereka takutkan, terutama Novel Baswedan.
Kalau gagal, entah mau ditaruh di mana muka dan wibawanya. Malunya berkali lipat. Bisa-bisa dia akan dicap orang yang sangat melenceng. Publik akan mencurigai sikap kebangsaannya kalau sampai gagal lagi.
Makanya untuk menghindari kemungkinan itu, dia tetap menolak hasilnya apa pun yang terjadi. Opsi paling aman menurut versi Novel adalah batalkan hasil tes TWK dan tetap jadi pegawai KPK secara mutlak.
Ini memang niat yang ambisius, ditambah dengan strategi dizalimi yang sangat menggelikan dan ngawur, terlihat jelas kalau Novel ingin mempertahankan posisinya apa pun yang terjadi, tidak peduli bagaimana caranya. Yang penting jabatan aman.
Sekarang KPK harus menghadapi Komnas HAM karena ulah dan manuver dari Novel dkk. Kalau nanti misalnya tidak ditemukan kejanggalan, mungkin KPK bisa berikan pukulan telak terakhir untuk mereka. Sekali dan selamanya agar mereka tidak berkutik lagi.
Discussion about this post