Saya tertarik mencari tahu bahwa sebenarnya ada berapa pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan lolos saat mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu, yang hingga kini masih menjadi polemik?
Selain 75 pegawai yang ramai diberitakan tidak lolos TWK, satu di antaranya Novel Baswedan, ternyata jumlah pegawai KPK yang dinyatakan lolos TWK jumlah jauh lebih banyak, tepatnya 1.274 orang. Jika angka tersebut ditambah 24 orang yang menurut KPK masih bisa dibina, dari yang semula akan diberhentikan dari 75 pegawai yang tidak lolos tadi. maka jumlah kini menjadi 1.298 orang. Sementara, 51 orang yang dinyatakan tidak lolos, lalu setelah didiskusikan lagi secara internal oleh pihak-pihak terkait, maka tetap tidak bisa menjadi bagian dari KPK karena dinyatakan tidak lolos.
Hal lain yang menarik bagi saya, seperti lansiran dari laman Kompas.com, adalah mengenai kriteria apa saja yang masuk dalam penilaian TWK, yang terdiri dari penilaian akan pemahaman hingga keyakinan.
Menurut Kepala BKN Bima Haria Wibisana, tiga aspek yang masuk dalam terkait penilaian asesmen TWK antara lain: aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah). Ketiga aspek inilah yang gagal dilewati dengan nilai baik (positif) dari 51 pegawai KPK yang mengikuti TWK, sedangkan 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, tetapi memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.
Hasil penilaian yang lantas disebut oleh Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK sebagai pertimbangan dalam penilaian asesor terhadap 51 pegawai KPK yang lantas dinilai merah dan tidak mungkin lagi untuk dibina.
Penilaian yang menurut saya sangat logis sih, karena kalau dari aspek pribadi sudah mendapat nilai minus, secara pengaruh juga negatif (terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebangsaan), lalu nilainya juga menyedihkan terkait Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah), apa lagi yang bisa diharapkan dari kinerja orang-orang seperti itu?
Kalau mau dibina … mau dibina dari sisi mananya lagi? Meskipun secara kinerja dan profesionalitas terlihat baik, rasanya nama-nama yang memang tidak lolos atau tidak memenuhi kualifikasi dari ketiga aspek tersebut … sebaiknya memang ditendang saja daripada kelak menimbulkan masalah baru dalam tubuh KPK maupun bagi semangat pemberantasan korupsi di negeri ini.
Namun, sejauh ini saya masih belum benyak membaca pembahasan dari para jurnalis, pemberitaan dari media-media online mainstream, maupun dari acara-acara talkshow yang membahas dari sisi 1.200-an lebih pegawai KPK yang dinyatakan lolos tadi.
Masa iya kalau dibanding 51 orang yang disebut tidak bisa dibina tadi, kualitas orang sebanyak itu (1.298 orang) kalah dan masa depan KPK dengan orang-orang itu akan auto-suram? Masa’ sih secara kinerja mereka juga sama sekali tidak bisa diharapkan, sedangkan dari sisi penilaian TWK mereka sudah memiliki modal yang bagus dengan lolos tes?
Saya sih masih berharap agar ke depan, akan ada banyak ulasan mengenai 1.298 orang tadi … yang kalau dikurangi 24 orang yang akan masuk dalam pembinaan tadi, jumlahnya masih cukup signifikan (1.274 orang) untuk membuat publik kembali melek bahwasanya tidak ada yang salah atau tidak ada yang aneh dalam proses TWK, termasuk tidak lolosnya Novel Baswedan sebagai senior di tubuh KPK!
Arahan Presiden Jokowi hendaknya juga bisa ditelaah dengan lebih tenang, supaya hasilnya juga lebih baik, agar jangan terkesan ada benturan atau tuduhan pembangkangan seperti yang dilontarkan kepada pihak-pihak terkait yang tetap menyatakan bahwa 51 pegawai kPK tidak lolos dalam TWK.
Bagi saya, arahan agar hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk pemberhentikan ada baiknya juga, tetapi kalau memang dari ketiga aspek penilaian seperti disebutkan di atas memang sudah negatif … saya yakin Presiden Jokowi pun setuju bahwa sebaiknya 51 orang tadi tidak usah lagi menjadi bagian dari KPK sampai selama-lamanya!
Kalau memang dari sisi profesionalitas bagus, mengapa kinerja KPK selama ini cukup banyak yang mempertanyakan? Mengapa berbagai pemberitaan soal dugaan korupsi dan penyelewengan uang rakyat yang terjadi di DKI Jakarta kok seperti tidak tersentuh? Kalau memang Novel Baswedan, dkk terbilang hebat dan tidak masalah dalam hal nilai-nilai kebangsaan mengapa gagal melewati TWK?
Jangan-jangan, profesionalitas yang dimaksud hanyalah sekadar pencitraan, karena sejauh saya membaca berita mengenai sepak terjang KPK sebelum viralnya hasil TWK ini … dana yang dikeluarkan negara untuk mendanai KPK jauh lebih besar daripada hasil kerja atau kerugian negara akibat korupsi yang berhasil diungkap oleh KPK.
Discussion about this post