
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai alasan pimpinan KPK tak penuhi panggilan Komnas HAM terlalu mengada-ada dan organsi, tapi MenPAN_RB mendukung Pimpinan KPK tak hadir ke Komnas HAM terkait polemic tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Tidak aneh apa yang dikatakan MAKI dan ICW, lembaga ini mendukung sepenuhnya yang dialami Novel Baswedan cs. Apa pasal? Diduga ada kepentingan atas KPK era Novel cs. Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menyebut ada aliran dana negara asing yang diterima ICW melalui KPK era Novel cs, tak tanggung-tanggung Rp96 miliar bersumber dari 54 organisasi/lembaga donor asing.
Penolakan Pimpinan KPK tak penuhi panggilan Komnas HAM ini ternyata didukung MenPAN-RB Tjahjo Kumolo, sikap pimpinan KPK yang tak hadir ke Komnas HAM yang dilaporkan sejumlah pegawai KPK. Tjahjo mempertanyakan apa hubungan kewarganegaraan dengan pelanggaran HAM.
“Kami juga mendukung KPK misalnya tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan kewarganegaraan itu urusan pelanggaran HAM?” kata Tjahjo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Tjahjo juga menyinggung penelitian khusus (litsus) pada zaman Orde Baru. Dia mengatakan aturan mengenai alih ASN itu sama aturannya.
“Zaman saya litsus tahun ’85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks. Dari sisi aturan itu, saya kira Pak Syamsul yang pernah jadi panitia litsus dan Pak Cornelis emang dari bawah sama plek aturannya. Jadi memang data ASN memang sama,” kata dia.
Sebelumnya, Komnas HAM memanggil para pimpinan KPK terkait dugaan pelanggaran HAM dalam TWK alih status menjadi ASN. Namun pimpinan KPK tak mau hadir dan meminta penjelasan dugaan pelanggaran yang dimaksud.
“Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021, pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada wartawan, Selasa (8/6)
Berbeda dengan Tjahjo Kumolo, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menuding pimpinan KPK yang tak memenuhi panggilan Komnas HAM merupakan bentuk arogansi. MAKI menilai hal itu bisa jadi bumerang bagi KPK.
“Jelas ini adalah bentuk arogansi KPK. Nanti akan berbalik lho ini, senjata makan tuan. Kalau nanti ada orang dipanggil KPK, pasti akan mengirim surat balasan apa perkara korupsi dan minta dijelaskan sejelas-jelasnya. Jadi ini bisa jadi bumerang,” kata Koordinator MAKI, Boyamin kepada wartawan, Selasa (8/6/2021).
Sama seperti MAKI, ICW juga menilai alasan pimpinan KPK tak memenuhi panggilan Komnas HAM terlalu mengada-ada. “ICW berpandangan alasan pimpinan KPK tidak menghadiri panggilan Komnas HAM terlalu mengada-ada. Betapa tidak, pimpinan KPK tentu tahu bahwa hari ini ada panggilan dari Komnas HAM, semestinya seluruh agenda internal kelembagaan dapat ditunda terlebih dahulu,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik malah heran. Taufan menilai panggilan Komnas HAM sebagai hal yang biasa sebagai tindak lanjut atas pengaduan yang diterima Komnas HAM.
“Sebetulnya itu saja, ingin memastikan kebijakan ini sesuai dengan standar hak asasi atau tidak. Kalau katakanlah ada pelanggaran, tentu kami akan kasih rekomendasi untuk pembenahan kepada Presiden, kepada KPK sendiri. Jadi hal yang sebetulnya ini normatif saja,” ucap Taufan di kantornya, Selasa (8/6).
Taufan mengatakan pihaknya akan menjadwalkan ulang pemanggilan seluruh pimpinan KPK itu. Dia mencontohkan pemanggilan Komnas HAM pada sejumlah pejabat yang selalu tidak ada masalah.
Discussion about this post