
Nasib Rizieq dalam kasus tes swab di RS Ummi Bogor akan ditentukan. JPU menuntutnya dengan hukuman 6 tahun dengan beberapa alasan yang memberatkan. Rizieq membacakan pledoi yang isinya ngawur dan halusinasi.
Pledoi yang dibacakan tidak ada kaitannya dengan kasus yang disidangkan, mulai dari tes TWK, isu komunis, hingga menuding Denny Siregar sebagai buzzerRp yang dibayar Istana. Menurut Rizieq, Denny Siregar selalu dilaporkan tetapi tidak pernah dihukum.
“BuzzerRp bayaran Istana yang selama ini kebal hukum berkali-kali dilaporkan tapi tidak pernah diproses yaitu Denny Siregar,” kata Rizieq dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Kamis (10/6/2021).
Selain itu, Rizieq juga menuding sejumlah nama sebagai buzzerRp, seperti Abu Janda, Ade Armando, Eko Kunthadi, hingga Guntur Romli. Mereka disebut Rizieq membuatnya yakin soal operasi intelijen hitam berskala besar.
Selain itu, dia tidak mau kasusnya disamakan dengan Ratna Sarumpaet. Padahal, dalam kasus ini, Rizieq dijerat dengan Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal yang sama juga menjerat Ratna Sarumpaet.
“Tidak bisa dimungkiri bahwa kasus kebohongan Ratna Sarumpaet memang murni kasus kebohongan, di mana yang bersangkutan usai operasi wajah mengaku dianiaya orang, dan juga betul akibat kebohongannya tersebut telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tangan masyarakat, sehingga banyak tokoh nasional membuat pernyataan sikap keras membela Ratna dan mengecam pelaku penganiayaan, serta mendorong Polri dan DPR RI untuk bertindak, bahkan muncul aneka kecurigaan kepada berbagai pihak sebagai pelaku penganiayaan,” ucap Rizieq.
“Namun untuk kasus-kasus pelanggaran prokes RS Ummi tidak sedikit pun ada unsur persamaannya dengan kasus kebohongan Ratna Sarumpaet. Kasus pelanggaran prokes RS Ummi adalah kasus pelanggaran administrasi, bukan kasus kejahatan pidana dan dalam kasus pelanggaran prokes RS Ummi tidak ada kebohongan dan tidak ada juga keresahan, apalagi keonaran,” imbuhnya.
Rizieq menuding perkara yang menjeratnya bukanlah kasus hukum, melainkan kasus politik. Padahal, dia sendiri bermain politik. Saat pilpres 2019 bela siapa? Jualan surga gak? Saat pilkada 2017 bela siapa? Ada ancaman jenazah tidak disalatkan gak? Ceramahnya pun tidak jauh dari kontra pemerintah. Sering main politik dan sekarang baru merasa jadi korban politik.
Apalagi dia tak tahu apa-apa tentang tes TWK yang belakangan dikaitkan dengan PKI. Cocokologi yang ngawur. Kini tinggal hakim yang memutuskan, harus bersikap bijak dalam menyikapi pledoi yang kacau seperti ini. Penjabaran dalam pledoi tapi tak focus bahkan jauh dari pembahasan kasusnya.
Discussion about this post