
Novel Baswedan bersama perwakilan 74 pegawai yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menyambangi sejumlah Lembaga instansi dan LSM, mulai dari Komnas HAM, Dewan Pengawas KPK, Ombudsman, hingga Mahkamah Konstitusi untuk minta perlindungan dan dukungan. Novel datang untuk menyerahkan laporan terkait penonaktifan 75 orang pegawai berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021.
Belum lagi saat ini dua Lembaga yang terus ngotot membela Novel cs adalah ICW dan Komnas HAM. Lucunya, Komnas HAM semakin keterlaluan, bekerja yang bukan ranahnya. Entah mengapa Lembaga yang seharusnya hanya mengurusi pelanggaran HAM ini malah ikut campur menyelesaikan masalah yang bukan bagian dari pekerjaannya. Komnas HAM harus berhenti menangani kasus alih status pegawai KPK menjadi ASN, karena tindakan Komnas HAM termasuk obstruction of justice atau tindak pidana menghalangi proses hukum.
Pertanyaan sederahana adalah apa yang dilakukan Novel Baswedan Cs yang tak TWK di KPK dengan sekian banyak honorer di kementerian dan lembaga negara yang juga gagal menjadi ASN. Apakah para honorer yang tidak lolos menjadi ASN di instansi pemerintah lainnya itu juga bisa melapor ke sana ke mari seperti yang dilakukan 75 pegawai KPK.
“Saya kira teman-teman lain, seperti guru, semua juga bisa melakukan lapor-melapor begitu? Juga karena dia tidak dilulus-luluskan sebagai ASN?” ucap Praktisi hukum Dendy Finsa dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Menurut Dendy, ada banyak honorer di kementerian dan lembaga, di pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota yang tidak berhasil menjadi ASN. Tetapi, nama mereka tidak sebesar Novel Baswedan cs. “Apa karena mereka sebagai pegawai kecil, tidak pernah muncul di media?” ucapnya.
Dendy menilai persoalan pegawai KPK yang tak lolos TWK itu lebih pada mekanisme yang ada di BKN, bukan termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sehingga tidak harus dibawa ke Komnas HAM. “Sumber masalahnya saya kira itu ada di BKN. Kalau pelanggaran HAM, saya belum melihat itu pelanggaran HAM, karena masih banyak pembuktiannya yang harus dilakukan,” ujarnya.
Dia mempersilakan Novel Cs melakukan gugatan sesuai prosedur yang berlaku, tetapi jangan sampai polemik TWK menyita konsentrasi pegawai KPK yang lain dalam melakukan pemberantasan korupsi. “Ada tugas KPK untuk mencegah tindak pidana korupsi, memberantas korupsi, itu kan ada tugas KPK yang sangat besar,” pungkas Dendy.
Hal sama dikatakan, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Romli Atmasasmita meminta Komnas HAM berhenti menangani kasus alih status pegawai KPK, menjadi aparatur sipil negara (ASN). Jika dilanjutkan, maka tindakan Komnas HAM termasuk obstruction of justice atau tindak pidana menghalangi proses hukum. Dari perkembangan terakhir yang diikuti Prof. Romli, Komnas HAM meminta data-data hasil TWK kepada Kepala Badan Kepegawaian (BKN) Bima Haria Wibisana.
Namun, hal itu tidak bisa dipenuhi Kepala BKN. Karena pemilik instrumen adalah Dinas Psikologi Angkatan Darat selaku pihak yang melakukan wawancara, dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang melaksanakan profiling. “Dalam penjelasannya, Kepala BKN menyatakan tidak memiliki data-data hasil tes yang diminta. Karena semua ada di BIN dan Psikologi AD,” kata Prof. Romli dalam keterangannya, Rabu (23/6/2021).
Sebelum meminta keterangan dari institusi tersebut, perumus UU KPK ini menyarankan agar Komnas HAM mempelajari kembali tugas dan wewenangnya, sesuai UU HAM dan Keppres Tentang Komnas HAM.
Selain itu, Prof Romli juga menyarankan agar Komnas HAM membaca filosofi, beserta historis dan misi diberlakukannya UU HAM dan derivasinya, UU Pengadilan HAM. Sekaligus perbedaan antara pelanggaran HAM dan pelanggaran pidana. “Sehingga, jelas dan terang bedanya dalam konteks pengaduan 75 eks pegawai KPK yang diberhentikan karena perintah UU ASN, PP 41 Tahun 2020 dan PerKOM KPK No 1 Tahun 2020,” tegas Prof. Romli.
Bila permohonan gugatan 75 eks pegawai didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seketika Komnas HAM wajib menghentikan kegiatannya untuk menghormati yurisdiksi PTUN memeriksa subyek dan obyek perkara yang sama. “Jika Komnas HAM bersikukuh, maka tindakannya termasuk obstruction of justice,” tandas Prof Romli.
Discussion about this post