Hanya pihak oposisi, politisi sakit hati, dan partai kotor yang mengatakan demokrasi sedang dibungkamkan, dengan alasan BEM UI dipanggil Direktur Kemahasiswaan usai menjuluki Jokowi The King of Lip Service. Padahal, dalam pemanggilan tersebut, tidak ada mahasiswa di BEM UI yang dikenakan sanksi, tak juga twett mereka di take down. Pertemuan tersebut hanya sebatas diskusi dan diminta alasan pertanggungjawaban, mengapa mereka men-tweet hal tersebut.
Akun twetter BEM UI menurunkan serangkaian tweet yang mengecam atau bahkan menghina Jokowi. Dalam tweet itu Jokowi dituliskan The King of Lip Service, alias raja yang suka mengingkari janji. Atau raja omong doang. Foto Jokowi diedit sehinggga ia seolah menggunakan mahkota. BEM juga menulis : Berhenti membuat, rakyat sudah mual. Menurut BEM, semua kata-kata Jokowi mengindikasikan perkataan yang dilontarkannya tidak lebih dari sekedar bentuk “lip service” semata.
Dengan gambar yang terlihat menghina pimpinan negara. Tak elok sebagai mahasiswa tingkahnya tak mencerminkan itelektual. Tentu ini terjadi karena mereka ditunggangi parta sekelas PKS dan Demokrat, Novel Baswedan, Bambang Widjajanto, dan lainnya.
Apa yang dilakukan BEM UI ini tidak semuanya mendukung, banyak yang memilik logikan cerdas bahwa BEM UI salah dan tentunya ditunggangi para kepentingan. Salah satunya, Faldo Maldani yang dulunya kader PAN dan pernah beroposisi dengan Jokowi, kini semenjak bergabung dengan PSI baru dua tahun, sudah terbuka mata dan pola pikirnya.
Dalam sebuah acara dialog TV One, Faldo dan Fadli Zon sempat berdebat. Faldo membuat Fadli diam tak berkutik dan bungkam. Faldo mengatakan dengan jelas, “BEM UI berikan kritik ke Jokowi, sangat wajar kalau pendukung pemerintah seperti saya mengcounter hal itu ke BEM UI. BEM UI boleh kritik Jokowi, tapi kenapa ketika saya counter, mereka marah-marah? Kan diskusi, kalau mereka kritik, saya kritik juga boleh dong?”
Kemudian Fadli Zon masih mencoba mendebat. “Ini pembungkaman demokrasi. Disuruh cuitannya di take down oleh rektor!” Faldo Maldini pun langsung memberikan jab keras ke arah Fadli Zon sampai logikanya hancur berkeping-keping dengan kalimat ini. “Gak di take down juga nggak apa-apa. Nggak ada yang bungkam. Tidak ada sanksi juga kalau tidak di take down. Kalau ada sanksi, itu baru pembungkaman.”
Kini, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jabodetabek menyayangkan sikap BEM UI dalam menyampaikan kritikan terhadap Presiden Jokowi. Mereka menilai sikap yang dilakukan oleh BEM UI tidak mewakili perasaan Mahasiswa Indonesia. “Saat ini yang kami rasakan dan banyak dari keluarga mahasiswa yang berduka karena keluarga mereka banyak yang sakit bahkan meninggal karena Covid. Lalu BEM UI tanpa pernah mengetahui perasaan kita, mengambil kesempatan politis di saat sulit,” kata Budi Rahmansyah selaku Koordinator BEM Se-Jabodetabek dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/6/2021).
Budi menilai, arah pergerakan BEM UI sangat eksklusif dengan tidak pernah memperhatikan perasaan rakyat miskin sebenarnya. Budi dan kelompoknya menyatakan kebutuhan rakyat miskin saat ini adalah bisa segera keluar dari situasi krisis Covid-19. “Tidak ada korelasinya mengolok-olok Presiden dan perubahan keadaan krisis saat ini. Apakah dengan BEM UI mengolok-olok Pak Jokowi lantas covid langsung hilang dan krisis langsung selesai?” kecam Budi.
Budi beranggapan saat ini empati merupakan respons yang tepat dengan kondisi di saat terjadinya lonjakan pasien Covid-19. BEM UI dinilai Budi tidak mengerti dan tidak bisa bersikap empati karena diduga sudah disusupi oleh kelompok kepentingan politik tertentu. “Arah gerakan mereka sudah tidak seusai dengan doktrin gerakan mahasiswa yang kita kenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kalau model yang diperlihatkan BEM UI diduga lebih ke arah gerakan politik praktis,” terangnya.
Politik mahasiswa adalah politik Tri Dharma, membangun bangsa negara dengan pengabdian, ketulusan dan kecintaan. “Bagaimanapun mengolok-olok akan selalu melahirkan kebencian. Tidak ada cinta kasih dan pengabdian di balik olok-olok,” ujar Budi.
Masih banyak mahasiswa berlogika cerdas dan tak ingin ditunggangi. Apalagi masyarakat, para nitizen kini sudah semakin pintar. Ketua BEM UI “Ditelanjangi” medsosnya dan terungkap dekekatannya ke PKS, Demokrat, Kubu Novel Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan lainnya. Semakin terlihat Leon Alvinda Putra, sebagai Ketua BEM UI berpendapat pribadi mengatasnamakan BEM UI, mahasiswa Indonesia, bahkan rakyat Indonesia. Leon telah mempermalukan diri sendiri dan mempertontonkan kebodohannya.
Discussion about this post