Sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, seharusnya melakukan apapun untuk kepentingan rakyat. Bukan menyerah ketika ada sesuatu di luar dugaan. Hal ini terjadi pada Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur. Dia tak ingin lagi mengurus warganya yang terpapar Covid-19 dan diserahkan kepada pemerintah pusat.
Menurutnya, ini dilakukan karena dampak mengurus Covid-19 dirinya malah keseret hukum lantara kelebihan bayar yang dilakukannya. Sebagai kepala daerah, Bupati Abdul Gofur Mas’ud mengaku pengadaan dan penanganan covid-19 justru menimbulkan masalah, seperti pengadaan chamber disinfektan dan masker pada tahun 2020 yang tergolong mahal dituntut untuk menyesuaikan harga normal. Gofur mengaku kesal dan tak mau lagi mengurusi penanganan covid-19 sebelum ada aturan hukum yang jelas.
Tugas kepala daerah adalah mempertanggungjawabakan segala hal termasuk anggaran yang telah dikeluarkan, meski itu untuk kepentingan warganya. Sementara tugas BPKAD adalah memeriksa keuangan, begitu pula nanti tugas KPK yang akan melakukan penyidikankan jika terjadi pelanggaran. Seharusnya Gofur ikuti saja apa yang selama ini menjadi tugas masing-masing instansi, jika memang tidak terjadi korupsi seperti yang dilakukan Bupati Mamberamo Raya, Dorinus Dasinapa yang ditetapkan tersangka korupsi dana COVID-19 tahun anggaran 2020, yaitu untuk mahar partai senilai Rp2 M dan digunakan untuk kepentingan pribadi Bupati Mamberamo Raya senilai Rp1,1 miliar, maka santai saja, kalau merasa bersih ya ga usah panik, bukan malah ngambek dan tidak mau lagi urus warganya.
Kok ada kepala daerah macam ini? Ketika kampanye menggebu-gebu seakan-akan seorang hamba yang menjilat para raja. Kini sudah jadi bupati seenaknya saja melepas tanggung jawab. Untuk apa ada bupati di sana kalau tidak mau urus warganya. Pemerintah pusat urusannya bukan hanya mengurusi warga terpapar Covid-19 di satu wilayah saja.
Parahnya lagi, Abdul Gofur mengajak pemerintah kabupaten/kota bersikap yang sama. “Saya ajak pemerintah kabupaten/kota untuk tidak usah urusi corona. Karena Keppres tidak berlaku ternyata,” tandasnya.
Kalau dia tidak mau urus wilayahnya, kenapa jadi provokator malah mengajak pimpinan daerah lain. Apa ini ada pesanan dari partainya? Karena selama ini Demokrat paling nyaring apa yang dilakukan pemerintah. Tidak membantu malah membuat beban dan menyebar hoax, menjadi provokator.
Abdul Gofur ini cuci tangan mungkin sudah tak mampu juga urus Covid-19 di wilayah, karena data bulan lalu saja, warga terpapar masih tinggi. “Tanggal 24 Juni ada penambahan 22 positif, kemarin (25 Juni) bertambah lagi 9 positif, dan hari ini tambah lagi 14 positif. Total positif COVID-19 di Kabupaten PPU naik menjadi 1.389 orang,” ujar Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten PPU dr Jansje Grace Makisurat, di Penajam, Sabtu (26/6/2021).
Jadi ketidakmampuan ini dan didukung partai, semakin bulat tekadnya untuk menyerahkan tanggungjawabnya. Kesempatan pun tak mau terlewatkan begitu saja, seakan saling sahut, kali ini Rachland Nashidik melontarkan lewat @RachlanNashidik yang dimulai dengan pengakuan kader partainya Agus ini terkait perasaannya akibat banyaknya orang meninggal karena paparan Covid-19.
“Seharusnya, atau setidaknya, negara hadir saat ini dalam wujud tabung-tabung oksigen. Bisakah Presiden @jokowi tidur nyenyak saat satu demi satu warganya tewas oleh Covid: entah akibat penyakit bawaan, tak kebagian pelayanan ICU atau tak dapat tabung oksigen?”
Para kader ini seperti perempuan yang sedang ngerumpi, gibah membicarakah satu orang, tapi mereka sendiri minim akan kinerja. Partai berlambang mercy ini memang pernah jaya pada masanya, kini untuk menaikkan elektabilitas dan Kembali dipercaya rakyat Indonesia, cara busuk pun akan ditempuh. Tinggal rakyat menilai, mana presiden yang mempunyai banyak prestasi dan mana yang punya banyak produk mangkrak macam Hambalang.
Discussion about this post