Badai Pandemi Covid-19 masih menghantam tidak hanya Indonesia tapi dunia. Pemerintah Indonesia terus berjibaku menganggulangi pandemi ini dengan sangat baik, agar masyarakat bisa kembali sehat dan hidup seperti biasa. Sayangnya, di saat pemerintah dan aparat bergotong royong saling koordinasi untuk mengurangi jumlah warga yang terpapar Covid-19, masih saja ada partai bresngsek yang memprotes apa yang telah dilakukan pemerintah. Mereka mengatasnamakan kritik tapi lebih pada protes dengan kalimat pesimis.
Satu minggu ini, Demokrat hampir setiap hari terus menyerang pemerintah yang berujung pada giring opini bahwa Jokowi sudah tidak mampu mengatasi pandemi ini. Rachland Nashidik dan Andi Arief, kader Demokrat, sibuk terus menggulirkan statement kalau Jokowi inkompeten dalam memimpin Indonesia. Tidak kalah lucu, muncul sang putra Demokrat, Ibas, yang tiba-tiba bicara bahwa Indonesia bisa menjadi negara gagal. Apasih kapasitasnya Ibas bisa ngomong begitu? Ga ada, anak Pepo dan Memo ini secara pengalaman politik kurang, apalagi wawasannya. Dia hanya beruntung saja keturunan yang mendapatkan fasilitas untuk jadi pimpinan tanpa harus kerja keras seperti kader-kader Demokrat lainnya.
Apakah kompaknya orang-orang Demokrat menyerang presiden ini karena dendam pernah mengira kekacauan Demokrat waktu mau direbut Moeldoko itu ada campur tangan Jokowi? Entahlah kita lihat saja gerakan mereka yang terkesan viral padahal hilang sepert ditiup angin. Agus menyusul. Dia mengawali retorikanya dengan bicara soal status ekonomi Indonesia. “Idealnya, kita selalu naik kelas. Jangan tinggal kelas, apalagi turun kelas. Masalah gentingnya, bukan di mana status kelas kita saat ini, tapi mampukah negara ini menyelamatkan rakyatnya dari COVID?” kata AHY dalam keterangan tertulis yang didapat dari Kepala Bakomstra DPP PD Herzaky Mahendra Putra, Rabu (7/7/2021).
Tentu stetment mereka didukung dan disambut anggota Demokrat lainnya, seakan saling sahut dan melindung, mereka terus saja menggiring opini. Tapi, anggota DPR yang memprotes dengan membuka aib Ibas. Alih-alih memikirkan negara, ternyata seorang ibas, hanya makan gaji buta karena tak hadir di Rapat Komisi VI. Bagaiamana mau memikirkan penderitaan rakyat, kalau dia tak tahu kondisi di lapangan. Bagaimana bisa dia memikirkan negara jika membahas kebijakan dalam Rapat Komisi VI saja, dia tak hadir.
Sebenarnya, apa yang akan dituju oleh Demokrat? Partai yang berdiri pada 2013 ini pernah jaya dan langsung ikut pemilu pertama setahun kemudian, hebatnya dia bisa menyusul partai yang sudah berakar sekelas Golkar. Namun, kebobrokan terus terjadi pada kader partai yang mengusung tagline “Katakan Tidak pada Korupsi” ini ternyata banyak kadernya yang malah terlibat korupsi, sebut saja Andi M. Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Hartati Murbaya, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Amrun Daulay, Sarjan Taher, As’ad Syam, Agusrin M. Najamudin, Djufri, Murman Effendi, Abdul Fattah, dan masih banyak yang lainnya.
Kini Demokrasi seakan nafsu tinggi tapi sudah ejukulasi dini, tak ada lagi kemampuan untuk mendokrak elektabilitas kecuali dengan cara kotor. Seakan tak kehilangan akal untuk terus menggerus kinerja Jokowi, Partai Candi mangkrak ini mengusulkan Gedung DPR menjadi Rumah Sakit Darurat, dengan alas an masyarakat membutuhkan rumah sakit darurat dan halaman Gedung DPR sangat luas, cukup untuk itu. Ide ini disambut baik oleh PKS, partai hoax tidak mau kehilangan moment.
“Sebaiknya halaman dan gedung DPR/MPR dijadikan rumah sakit darurat. Ini langkah antisipasi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia,” kata Politikus Partai Demokrat Benny K Harman, saat dikonfirmasi, Jumat (9/7/2021).
“Setuju. Semua sumber daya, punya tempat strategis, luas dan mudah dijangkau,” kata Anggota DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera kepada merdeka.com, Jumat (9/7/2021).
Dua partai suram halalkan segala cara ini ternyata banyak dikecam oleh partai lain. Mereka hanya memikirkan bagaimana menggulingkan pemerintah dengan menggunakan cara sama ketika ingin menggulingkan Soharto, yaitu menduduki Gedung DPR. Kali ini cara keji dan licik, menggunakan alasan sebagai rmh sakit darurt. Warga terpapar menjadi alat.
Mereka tak memikirkan, siapa yang akan menjadi tenaga kesehatan (nakes) yang saat ini saja sudah kelelahan menangani warga yang terpapar virus mematikan ini. Ide dua partai ini sangat miris, ketika banyak negara membantu Indonesia, seperti China dan Singapura, di negara sendiri dua partai ini malah membuat blunder.
Berbeda dengan partai politik lain, mulai dari PPP, PAN, PDI Perjuangan, Golkar, Mereka menyebut, usulan Demokrat sebagai trik mencari simpati semata, usulan tak rasional karena itu adalah kantor para anggota dewan, justru DPR harus turut berkontribusi sesuai dengan tupoksinya terhadap penanganan COVID-19 dengan cara memastikan agar kinerja pemerintah lebih baik lagi dalam penanganan COVID-19.
Daripada menggunakan Gedung DPR, bagaimana agar seluruh anggota DPR memotong gaji untuk urunan sewa hotel, kemudian menjadikannya tempat isolasi pasien COVID-19. Permasalahan sekarang ini kan untuk ruang inap pasien. Kalau itu permasalahannya, pertanyaannya, apa hanya sekadar gedung yang bisa menampung, atau yang memiliki fasilitas? Kalau gedung DPR punya fasilitas nggak.
Discussion about this post