Sudah lama kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta menjadi sorotan, karena banyak menunjukkan kinerja buruk, diantaranya tidak pernah melakukan laporan keuangan secara terbuka pada publik. Hampir semua laporan keuangan BUMD tak bisa diakses.
DKI Jakarta memiliki 11 BUMD, yaitu PD Dharma Jaya, PDAM Jaya, PD Pasar Jaya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya, PD PAL Jaya, PT Food Station Tjiping Jaya, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Propertindo (Perseroda), PT Bank DKI, PT Jakarta Tourisindo, PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta (Perseroda), PT Transportasi Jakarta.
Para BUMD tersebut hanya berharap pada anggaran penyertaan modal daerah (PMD) yang hampir setiap tahun digelontorkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Ketika mereka menggunakan anggaran dari PMD, seharusnya ada keterbukaan informasi dalam penggunaan anggaran. Karena duit yang mereka pakai adalah duit rakyat.
“Ini bisa jadi beban dan budaya buruk. Contohkan PT Jakpro dan Perumda Sarana Jaya, yang kinerjanya tidak jelas karena mapping bisnisnya kurang perhitungan. Kalau BUMD selalu rugi buat apa dipertahankan. DPRD juga aneh kenapa diam terus,” kata pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah, pada Rabu (2/6/2021).
Apalagi, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan cenderung lebih tertarik untuk memberikan prioritas anggaran yang relatif lebih tinggi pada BUMD ketimbang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Tak heran, ketika banyak orang mencurigai prioritas anggaran pada BUMD itu disinyalir sebagai modus operandi Anies untuk menyelundupkan sejumlah anggaran.
“Makanya, Pak Anies suka melakukan penugasan kepada BUMD, karena memang tangan Dewan terbatas untuk melakukan pengawasan, inspektorat saja sulit untuk masuk, karena BUMD itu masuk aset yang dipisahkan dari Pemprov DKI,” kata Gembong melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Kamis (15/4/2021).
Contohkan, Anies hanya memberikan alokasi anggaran di kisaran miliaran rupiah untuk Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Di sisi lain, Anies malah menyuntikkan modal sekitar Rp8 triliun untuk proyek Jakarta International Stadium (JIS). Lalu, alokasi anggaran untuk Dinas Pariwisata, PMD Jakpro untuk pembangunan TIM itu sekian triliun kan sangat jomplang sekali, makanya sempat didorong serahkan kepada SKPD sesuai dengan tupoksinya.
Atas kasus di atas, tak heran ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan terdapat total lebih Rp763,85 miliar dana yang terbuang percuma di tiga perusahaan BUMD milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Mengutip KoranSINDO, Minggu (11/7/2021), BPK telah merampungkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) BPK pada semester II 2020 atas operasional sejumlah perusahaan BUMD di sejumlah wilayah. Di antaranya ada tiga BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang menjadi entitas pemeriksaan. Masing-masing yakni PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro), PT Transjakarta, dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya.
BPK memastikan ada total 15 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan 3E (ekonomis, efisiensi, dan efektivitas) atas operasional BUMD pada PT Jakpro, PT Transjakarta, dan Perumda Pasar Jaya. Fakta ini tertera di halaman 227-228 Ikhtisar Hasil Pemeriksaan II 2020 BPK, yang diterbitkan BPK pada Maret 2021.
Pada PT Jakpro, permasalahannya terdiri atas tiga bagian. Pertama, pekerjaan pembangunan menara telekomunikasi yang dilakukan dalam tahun 2015-2018 tidak sesuai ketentuan sebesar Rp221,19 miliar. Kedua, penyimpangan pelaksanaan dan pembayaran pekerjaan pembangunan infrastruktur gygabite passive optic network (GPON) sebesar Rp104,14 miliar. Ketiga, permasalahan lainnya sebesar Rp16,59 miliar. “Pada PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro), 9 permasalahan, nilai total lebih Rp341,923 miliar,” tulis BPK di dokumen IHPS II 2020 BPK.
Kemudian, untuk PT Transjakarta, BPK menemukan permasalahan ihwal kelebihan pembayaran subsidi oleh Pemprov. Secara spesifik permasalahan tersebut yakni pendapatan non-tiket Tahun Buku 2018 dan 2019 PT Transjakarta tidak diperhitungkan dalam pemberian subsidi public service obligation (PSO) layanan angkutan umum Transjakarta. Sedangkan, pengeluaran tanggung jawab sosial perusahaan dibebankan dalam penghitungan biaya produksi PSO. “Pendapatan non-tiket Tahun Buku 2018 dan 2019 PT Transjakarta, 1 permasalahan, nilai total lebih Rp415,922 miliar.
Berikutnya, Perumda Pasar Jaya. BPK menyoroti tentang penerimaan selain denda keterlambatan belum dipungut/diterima. BPK menegaskan, Perumda Pasar Jaya belum memperoleh penerimaan dari mitra kerja atas kompensasi pengelolaan parkir tahun 2019 dan 2020 serta pajak parkir sebesar Rp11,36 miliar, kompensasi pengelolaan reklame digital dan non digital tahun 2020 dan denda sebesar Rp3,03 miliar, dan penerimaan lainnya sebesar Rp1,61 miliar. Perumda Pasar Jaya, 5 permasalahan, nilai total lebih Rp16,005 miliar.
Tiga nilai anggaran tersebut jika di akumulasikan berjumlah lebih dari Rp763,85 miliar. Bagaimana ini Anies sebagai Gubernur, apakah BUMD DKI ini juga digunakan untuk kepentingan wan asbak maju Pilpres 2024?
Discussion about this post