Novel dan Febri gagal lagi. Framing soal pelanggaran kode etik pimpinan KPK yakni Firli Bahuri tidak ada buktinya. Firli tegak lurus menjalankan amanat rakyat, soal memastikan para pegawai KPK bebas kadrun. Dia menjalankannya dengan sangat baik dan tidak mai-main. Dia menjalankan TWK sesuai dengan amanat UU juga, yang memberikan dia sebuah kepastian agar KPK lepas dari para pendukung Anies Baswedan yang memiliki jiwa labil dan cengeng.
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut bahwa laporan yang dilayangkan oleh pegawai yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak cukup bukti untuk menjerat Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. Firli dilaporkan melakukan pelanggaran kode etik dengan menambahkan pasal terkait TWK.
“Dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagaimana dilaporkan melanggar nilai integritas Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020, tidak cukup bukti,” ujar Anggota Dewas, Harjono kepada wartawan, Jumat (23/7/2021).
Tidak cukup bukti itu disimpulkan usai Dewas melakukan analisa dan pertimbangan. Materi laporan Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 ditambahkan Firli pada rapat pimpinan 25 Januari 2021 itu sebelum dibawa ke Kemenkumham. Dari fakta itu sehingga tidak benar, dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021.
Penambahan pasal dari Firli Bahuri, Ketua KPK, dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021 terkait pelaksanaan TWK ke dalam draf perkom alih status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi. Bahwa dalam laporan tersebut ditemukan adanya penyusunan perkom terkait TWK yang dihadiri oleh seluruh Pimpinan KPK dan pejabat struktural. Rumusan perkom itu disusun oleh Biro Hukum dan Biro SDM.
Ketentuan mengenai TWK itu telah tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 draf Perkom Nomor 01 Tahun 2021 tanggal 21 Januari yang dikirimkan oleh Sekjen melalui Nota Dinas Nomor: 44/HK.02.00/50-55/01/2021 tanggal 21 Januari 2021. Ketentuan itupun disetujui oleh seluruh pimpinan secara kolektif kolegial dalam lembar disposisi pimpinan nomor: LD-162/02.intern/01/2021 tanggal 21 Januari 2021 yang selanjutnya disempurnakan dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021.
Tidak hanya itu, TWK diusulkan pertama kali oleh BKN pada awal Oktober 2020. BKN memang yang tetap meminta diadakannya asesmen wawasan kebangsaan sebagai alat ukur pegawai KPK menjadi ASN. Ketentuan mengenai tes wawasan kebangsaan merupakan masukan dari BKN yang pertama kali disampaikan dalam rapat tanggal 9 Oktober 2020 serta dalam rapat harmonisasi Kemenpan RB dan BKN yang meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.
Sayangnya, keputusan itu ditanggapi miring oleh Penyidik KPK Novel Baswedan khawatir Dewan Pengawas (Dewas) KPK dikelabui saat memeriksa aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Saya juga berpikir karena beliau-beliau (anggota Dewas) terlalu senior, jadi mudah dikelabui oleh pihak-pihak terperiksa. Saya khawatirnya itu karena dari jawaban Dewas, beliau-beliau bertindak seperti kuasa hukum terperiksa, ini hal yang sangat serius menurut saya,” kata Novel dikutip dari Antara, Sabtu (24/7/2021).
Sepertinya Novel yakin, kalau keputusan Dewas salah karena mudah dibohongi. Bagaiman dahulu, apakah sering membohongi Dewas? Pada Jumat (23/7), Dewas KPK melalui konferensi pers tidak dapat melanjutkan laporan pegawai KPK mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik karena ketidakcukupan bukti yang dimiliki Dewas KPK.
Novel menilai poin-poin pengaduan 24 orang pegawai KPK yang mewakili 75 orang pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah gagal lolos TWK sudah jelas dan terang. Novel tetap ngoto dan yakin bahwa bukti-bukti begitu nyata, begitu terang, tapi seolah-olah seperti tidak ada apa-apa. Tentu kita harap ke depannya Dewas bisa memperbaiki diri, beliau-beliau adalah orang-orang yang punya dedikasi baik. Saya beberapa kali bekerja dengan beliau dan tentu kita berharap tidak mempermalukan diri sendiri dengan hal itu.
Novel paling lantang dan ngotot untuk terus berada di KPK, di framing kalau dirinya adlaah pegawai terbaik dan tak akan jaya KPK jika tak ada dirinya. Pegawai terbaik macam Novel? Mereka menganggap Novel Baswedan ini pegawai terbaik., Novel Baswedan ini nggak lebih dari pembela Anies yang diam soal kasus Anies. Bersembunyi di balik takut nanti ada conflict of interest.
Dan mengingat, Novel Baswedan juga sudah belasan tahun ada di dalam bagian penyidik. Artinya dia ini mengendalikan banyak banget orang-orang yang ada di dalam. Bahkan wadah pegawai KPK yang dibuat oleh Abdullah Hehamahua ini, sempat dipimpin.
Pengaruh negatif Novel di KPK jauh lebih banyak daripada manfaatnya di KPK. Banyakan mudarat daripada manfaat, ya harus di buang dong. Apalagi Novel ini mantan tersangka penganiayaan tersangka pencurian burung walet. Artinya orang ini patut dipertanyakan motivasinya.
Discussion about this post