Dua orang petinggi dari Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab dan Munarman adalah provokator pemecah belah bangsa. Sekarang, setelah Munarman ditangkap dan Rizieq ditangkap, kerusuhan pun tidak seperti dulu lagi. Muhammad Rizieq Shihab menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (24/6/2021). Sidang putusan tersebut terkait perkara hasil swab test di RS Ummi Bogor. Majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada Rizieq Shihab. Dia kembali akan disidangkan dalam kasus lain. Artinya, jumlah tahanan akan bertambah. Sedikitnya ada masih ada 8 kasus lain yang antri akan disidangkan, yaitu mulai dari menodai Pancasila, melecehkan umat Kristen, memelesetkan istilah ‘sampurasun’ dengan ‘campur racun’, hingga kasus pornografi.
Baru-baru ini pengacara Munarman, Aziz Yanuar (yah, orang ini lagi), mengaku sulit menemui kliennya di rumah tahanan Mabes Polri saat PPKM level 4. Munarman terkena pasal terorisme. Penangkapan Munarman menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia dilakukan dengan seadil-adilnya. Ia diduga sebagai pendukung terorisme, karena pernah beberapa kali menghadiri baiat kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS, salah satunya di Makassar. Penangkapan ini sekaligus menunjukkan bahwa ia tidak sesakti itu, dan Munarman hanya WNI biasa yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan majelis hakim.
Hukuman yang menanti Munarman tidak main-main, karena ada ancaman penjara seumur hidup. Penyebabnya adalah ia terkena 2 pasal sekaligus di UU nomor 5 tahun 2018 tentang terorisme. Munarman didakwa melanggar pasal 14 juncto pasal 7 dan pasal 15 juncto pasal 7.
Mereka berdua layak dihukum, karena sudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa, selain itu anti Pansacila. Inilah yang tidak bisa dimaafkan dan sangat membahayakan . Sayangnya, Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, mengatakan bahwa penguasa harusnya mawas diri. Dia menyebut soal diskriminasi hukum dan praktik otoritarianisme. “Inilah yang membuat kita sulit bersatu. Diskriminasi hukum dan praktik otoritarianisme. Penguasa harusnya mawas diri,” kata Fadli.
Fadli menilai bahwa kasus Habib Rizieq Shihab dan Munarman tidak layak untuk diperpanjang. “Kasus HRS dan Munarman tak layak diperpanjang, jangan menjadi obyek pelampiasan dendam kesumat dan kebencian,” katanya lagi.
Fadli Zon lagi, orang ini lagi. Bosen mendengar koar-koarnya terus-terusan. Yang benar itu bukan kasus Munarman dan Rizieq tidak diperpanjang, tapi nyinyiran mulutnya tak diperpanjang. Koar-koar Fadli Zon itu yang harusnya dihentikan sedari dulu, bukan terus diperpanjang dari Bumi sampai ke Neptunus. Nyinyiran Fadli Zon justru terlihat seperti benci dan kesal dengan pemerintah. Tak sadarkah bahwa Fadli Zon sedang menamparkan pipi sendiri?
Aneh memang, ketika Fadli Zon menghubungkan kasus Rizieq dan Munarman dikaitkan dengan dendam pemerintah, padahal yang diketahui mereka lah yang telah merusak persatuan dan kesatuan. Apakah ini karena Fadli memang tidak suka dengan pemerintah. Fadli ini tidak punya sesuatu yang dibanggakan, hasil kerja nyatanya tidak ada dia bisanya hanya nyinyir dan kritik pemerintah tanpa memberikan solusi.
Melihat apa yang sudah dilakukan Rizieq dan Munarman, rasanya masih belum puas dengan hukumannya saat ini. Masa tidak mau diperpanjang? Layaknya sih diperpanjang sepanjang-panjangnya demi kenyamanan dan ketentraman negara ini. Yang meminta agar kasusnya tidak diperpanjang atau bahkan memintanya dibebaskan patut dipertanyakan orientasi politik dan nalarnya.
Mendengar permintaan Fadli Zon yang terbilang konyol, terkesan memang dia taka ada kerjaan dan memang sejauh ini belum ada hasil karya nyata yang bisa dibanggakan. Apalagi saat ini sedang pandemi, seorang wakil rakyat bukannya memperhatikan atau melakukan sesuatu untuk rakyat saat menghadapi Covid-19, malah dia punya ide yang sangat bodoh. Komentar pasti mewakili isi otak. Segitulah isi otak dari Fadli Zon dan dia adalah wakilnya para tukang nyinyir se-Indonesia. Siapapun yang tidak senang dengan pemerintah tapi malas nyinyir, Fadli Zon bisa mewakili.
Discussion about this post