Mungkin pembaca bosen dengan pembahasan sang gabener Jakarta alias Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta satu ini. Sebelum pentolan DKI Jakarta ini menjadi gubernur, ada program andalan dia kepada calon pemilihnya.
Salah satunya adalah rumah murah terjangkau, menghentikan reklamasi, dan tidak ada lagi penggusuran. Siapa yang tidak tertarik tentang rumah hunian yang terjangkau dibalik lahan di Jakarta semakin langka dan bila ada pasti harganya selangit.
Tapi sayangnya programnya tidak berjalan mulus dan memiliki kendala. Target dibangunnya rumah layak huni yang dengan harga terjangku dalam 300.000 rumah pertahun tidak ada hasil.
Baru 780 hunian yang berhasil dibangun. Hunian itu terletak di Kelapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, dalam bentuk rusunami atau rumah susun sederhana milik.
Kendalanya simpel, banyak warga yang tidak memenuhi syarat administratif. Sebelum itu, kampanye Anies seolah terdengar mudah. Syaratnya gampang, tapi praktik di lapangan ternyata sulit.
Makanya banyak yang gagal. Kalau mudah, sudah tentu pembangunan rumah dilanjutkan masif. Karena tidak laku, makanya lambat. Ini sebenarnya berakar dari janji yang terdengar muluk dan bombastis. Ini diperparah dengan datangnya pandemi.
Tadinya, Pemprov DKI berencana membangun 232 ribu unit rumah dengan skema pembelian DP 0 rupiah. Kini, targetnya berubah menjadi 10 ribu unit saja. Pemangkasan itu tercantum dalam draft perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diajukan oleh Pemprov DKI ke DPRD DKI.
Pihaknya mengaku karena pandemi Covid-19 banyak rencana yang berantakan. Semua negara terdampak. Rencana pembangunan terpaksa direvisi, ditunda bahkan dibatalkan. Jangankan negara, kita saja mengalaminya sendiri. Rencana yang dibuat jauh-jauh hari, akhirnya berantakan.
Tapi yang herannya, Formula E. Anggarannya fantastis, berkisar antara Rp 1,2 hingga 1,6 triliun. Bahkan bisa dikatakan, sangat dipaksakan. Commitment fee yang sebenarnya sangat disayangkan. Kalau itu bisa diselamatkan, lumayan bisa bangun berapa unit rumah.
Dan hebatnya lagi, target diturunkan sebesar 95 persen, tinggal 5 persen saja Terlalu jauh sekali pemangkasannya. Dan bisa dikatakan ini adalah program yang gagal. Tapi ini bisa dipahami, karena dari awal, program rumah Dp nol rupiah ini sulit dibikin masif. Hasilnya bakal sama kalau banyak warga dinyatakan tidak lolos syarat.
Padahal kalau mau cari muka, program rumah ini jauh lebih besar efeknya ketimbang Formula E. Tapi kita juga tahu, siapa orang-orang yang mendukung Formula E.
Discussion about this post