Akhirnya apa yang selama ini menjadi tanda tanya besar, terjawab sudah. Mengapa budaya korupsi menjadi persoalan yang sangat sulit diberantas di negeri ini.
Hal tersebut terjadi, bukan saja membuktikan, betapa manusia manusia yang katanya merepresentasikan sebagai corong dari kehendak rakyat, tidak lebih hanyalah sekumpulan serigala rakus berotak kakus.
Mereka para anggota yang katanya merupakan Dewan Perwakilan Rakyat, telah mendegradir marwah lembaga negara, menjadi lembaga Dewan Perwakilan Rampok. Ternyata mereka hanyalah manusia-manusia rendahan bermental budak kekuasaan, tidak lebih.
Harus kita akui dan sadari, hal diatas tidak berdiri sendiri, melainkan sikap serampangan sebagian masyarakat dalam menentukan pilihan, tanpa melalui pertimbangan apakah seseorang yang dipilih itu merupakan orang yang memiliki sikap amanah atau tidak.
Ditambah persoalan mentalitas mainstream dan pragmatisme pandangan masyarakat yang memberikan kontribusi, terpilihnya para penyelenggara negara yang tidak memiliki kredibilitas memadai.
Sebagai masyarakat kita terlalu lugu, bahkan terkesan lucu. Kita merasa senang menerima sesuatu yang sedikit, tapi dibalik itu semua, kita tidak menyadari bahwa kita sedang mempertaruhkan masa depan bangsa ini.
Tidak kita sadari bahwa apa yang dilakukan, hakikatnya adalah menyerahkan pengelolaan bangsa ini kepada orang atau kelompok yang justru akan menjauhkan bangsa ini pada cita-cita bangsa yang berkemajuan. Kita telah secara gegabah memberikan kepercayaan pada manusia-manusia rendah, yang tak akan mungkin akan memperjuangkan kepentingan masyarakatnya.
Seharusnya kita tidak mudah percaya pada janji-janji kosong dan imbalan rupiah yang justru menyebabkan hidup kita susah. Amat disayangkan dengan sikap yang tidak sedikitpun berpikir, resiko apa yang akan kita alami, dengan menjadikan manusia-manusia rendah, untuk mengelola kepentingan orang banyak.
Mereka yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan partainya, bukan manusia yang cukup layak menjadi tumpuan dapat mewujudkan harapan kita, terlebih untuk mewujudkan cita-cita bangsa.
Seperti pada sikap yang mereka pertontonkan baru-baru ini, dimana tujuh anggota dewan yang mewakili partai-partai itu, tanpa etika menerima undangan makan malam dengan seorang gubernur yang akan menghadapi interpelasi, terkait APBD yang digunakan untuk mengadakan Formula E.
Ironisnya beberapa partai itu adalah, partai yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah, yang mana pemerintahan saat ini sedang berjuang untuk membersihkan negara ini dari praktik kotor para predator yang bernama koruptor.
Seperti Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, dan PPP, bersama dua partai non koalisi, seperti Demokrat dan PKS.
Sebagai partai mereka bukanlah kekuatan yang memiliki sense of crisis, sebagai anggota dewan mereka telah menunjukan sikap pro kepada rampok, tinimbang kepentingan rakyat, sebagai partai mereka telah berkhianat pada legitimasi yang telah diberikan rakyat.
Mereka telah menginjak-injak kepercayaan masyarakat, yang secara kasat mata telah kita saksikan bersama, bagaimana mereka berkomplot untuk melestarikan budaya koruptif.
Sampai kapan budaya seperti ini terus berlanjut? Jika sikap apatis yang menimbulkan banyak persoalan yang bertambah krusial tidak segera dibenahi? Suka atau tidak masyarakat harus menjadikan persoalan yang ada sebagai pelajaran.
Bahkan dengan arogannya anggota fraksi dari golkar mengungkapkan “Golkar sudah pasti tidak ikut dalam interpelasi, karena hanya nambah kerjaan dan buang-buang waktu,” ucapnya. https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/4642204/tak-ikutan-interpelasi-formula-e-golkar-cuma-nambah-kerjaan
Dari fraksi PPP dan PKB malah mendukung terselenggaranya formula e, “Lebih baik kita adakan walaupun hanya satu kali,” kata Hasbiallah, entah apa urgensinya? https://www.google.com/amp/s/metro.tempo.co/amp/1499631/formula-e-alasan-sejumlah-fraksi-dprd-dki-tak-ikut-interpelasi-anies-baswedan
Dari fraksi Gerindra Rani Mauliani dapat berpotensi mengganggu agenda kerja, padahal interpelasi adalah agenda yang lebih mendesak dari agenda lainnya.
Sementara partai demokrat beralasan masih fokus pada penanganan Covid 19, entah apa yang sudah dilakukan partai Demokrat dalam menangani Covid 19? https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/megapolitan/read/2021/08/27/19064621/tolak-hak-interpelasi-formula-e-f-gerindra-bisa-ganggu-agenda-kerja
Wakil fraksi dari PKS Abdul Aziz mengatakan, “Sebab interpelasi merupakan upaya paksa menuntut sebuah jawaban dari kepala daerah, masih ada cara lainnya,” tutur dia. https://www.google.com/amp/s/m.merdeka.com/amp/jakarta/7-fraksi-parpol-di-dprd-dki-tolak-hak-interpelasi-anies-baswedan.html
Wakil fraksi Nasdem menganggap bahwa interpelasi adalah tindakan yang gegabah, “Terlalu gegabah, karena persoalan Formula E yang ingin ditanyakan PSI dan PDIP bisa dilakukan dalam forum komisi dan badan di rapat-rapat dewan,” kata Jupiter. https://www.google.com/amp/s/m.merdeka.com/amp/jakarta/7-fraksi-parpol-di-dprd-dki-tolak-hak-interpelasi-anies-baswedan.html
Sebuah jawaban yang tidak seharusnya diungkapkan oleh partai yang mengusung jargon restorasi. Entah apa tujuannya, mungkin yang dimaksud restoran, biar bisa makan sekenyangnya!
Pada intinya ketujuh partai yang memberikan jawaban beragam, dapat kita simpulkan, bahwa memperjuangkan hak rakyat adalah pekerjaan sia-sia, hanya menambah beban, lanjutkan program walau tidak berpihak pada kepentingan masyarakat, dan lebih gila lagi, mempertanyakan program yang tidak masuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan tindakan yang gegabah.
Mungkin masyarakat akan bertanya dalam pikirinnya “Kok masih ada partai yang mendukung Anies?”
Discussion about this post