Pemprov DKI Jakarta harus melunasi commitment fee balapan Formula E selama 5 tahun. Totalnya, trilyunan! Kalau tidak, DKI terancam dituntut ke pengadilan arbitrase internasional.
Sementara bila balapan itu jadi terlaksana, biayanya juga ratusan milyar. Mahal! Lebih mahal dari Formula 1 yang sudah lebih jelas gengsi dan pasarnya.
Lima tahun yang dimaksud adalah penyelenggaraan balapan setahun sekali dimulai dari 2022 nanti. Itu artinya, andaikan Anies Baswedan tidak lagi menjabat sebagai gubernur, DKI Jakarta harus tetap terbebani untuk mengeluarkan biaya tersebut.
Anda boleh menganggap itu sebuah kebodohan atau apalah dari Anies Baswedan sebagai seorang gubernur. Tapi mari coba dimaknai, ditelisik, dan coba dipahami dengan lebih seksama mengapa hal tersebut dilakukan oleh Anies, bahkan malah terkesan nekat?
Eksekutif telah menjadi pilihan Anies, dan puncaknya tentu adalah RI-1. Ambisi itu tidak pernah disembunyikannya, bahkan berdasarkan hasil survei, nama Anies selalu berada di papan atas. Berbagai elemen masyarakat pun telah menunjukkan wujud dukungan.
Pada kenyataannya Anies Baswedan sejauh ini tidak berpartai, yang kemudian harus diakui membuatnya jadi incaran. Keadaan itu juga yang membuat Anies lincah tidak terikat. Kenyataan itu pula yang seperti mengharuskan Anies untuk perlunya berstrategi.
Betul, Anies terlihat sekali ingin menyenangkan semua pihak, dan dalam berbagai kesempatan seperti sedang merancang berbagai alternatif jalan untuk menuju tujuannya. Itulah strateginya.
Strategi Anies pada yang “like”, tentu dengan mengekploitasi kemampuannya dalam berkata-kata. Kemampuannya itu memang di atas rata-rata yang digabung dengan pembawaannya yang memang sangat mendukung. Ditambah pada masa pemerintahannya di DKI Jakarta memang berhasil meraih berbagai penghargaan, pastinya hal tersebut akan semakin membuat meleleh para pendukungnya.
Sementara pada yang “dislike”, Anies seperti sengaja menempatkan dirinya sebagai sasaran bully. Dan hebatnya, Anies berhasil tidak terpengaruh dengan aneka bully-an itu.
Kemudian ketika Formula E pada akhirnya dapat dilangsungkan selama seperti yang direncanakan di awal, tentunya akan menjadi sebuah investasi bagus bagi Anies Baswedan. Jasa dan prestasi tingkat dunia akan menjadi nilai yang menjadi daya jual dan warisan, walaupun dia sudah tidak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta lagi.
Berhasil terselenggaranya ajang Formula E itu, tentu akan dibarengi dengan pujian dan glorifikasi pada sosok Anies Baswedan. Dan Anies Baswedan sangat paham itu, begitupun partai-partai yang berada di barisannya, begitu juga segenap para pendukungnya.
Jelas semua itu bukan tidak direncanakan oleh Anies dan elit di sekelilingnya. Tidak mungkin mereka dengan sadar tidak mempersiapkan segalanya bagi Anies yang tidak istimewa itu. Tidak mungkin mereka terlalu bodoh sehingga hanya lugu-lugu saja memperjuangkan seorang Anies. Mereka jelas berstrategi secara matang dan sedari dini.
Akhirnya dari sini cukup terlihat bagaimana cerdiknya Anies dengan program Formula E itu. Hanya dari satu ajang saja ternyata Anies berpotensi mendapat berbagai benefit di kemudian hari.
Anies mendapat keuntungan dari dukungan partai-partai yang membuatnya jadi mayoritas. Modal yang akan dibawanya menuju 2024 nanti.
Anies juga seperti sudah mempersiapkan pelindung apabila nanti programnya itu menjadi masalah. Tentu partai-partai pendukungnya itu tidak akan membiarkan bila dikemudian hari Formula E dipermasalahkan secara hukum.
Pada akhirnya melawan Anies, ke depannya tidak cukup hanya dengan berbagai julukan –seperti gubernur terbodoh, gabener, atau gotbenur*–, atau berbagai macam bully-an rasis. Diperlukan strategi yang lebih jitu, lebih kuat, dan mumpuni, demi menghadapi kekuatan dukungan kepada Anies yang sedari sekarang sudah dapat terbayangkan itu.
Discussion about this post