Rocky Gerung dianggap sebagai salah satu orang yang meletakkan batu pondasi untuk Setara Institut. Menyoroti berbagai hal tentang penindasan, intoleransi hingga demokrasi. Ada Gusdur hingga Romo Beni di sana. Tetapi, mengapa Rocky Gerung mengajarkan kita demokrasi yang buruk? Menggunakan makian dalam setiap diksinya?
Makian akan menjadi biasa jika banyak orang memuja Rocky Gerung. Apalagi dia diberi panggung bersama Rizal Ramli sang mantan menteri berbagai Rezim, hingga Fadli Zon mantan Ketua DPR. Rocky Gerung menjadi tontonan dan contoh berdemokrasi yang akan ditiru oleh generasi muda. Anak-anak kita yang akan menganggap sebuah makian dalam mengutarakan perbedaan pendapat sebagai hal yang biasa. Lumrah dan tak boleh dilarang.
Jika diruang publik sebuah makian dianggap biasa, maka di ruang private apalagi. Ruang private itu akan menjarah dalam kehidupan keluarga. Dengan dalih mengutarakan perbedaan pendapat, anak-anak pun bisa terinspirasi mengatakan bapaknya dungu. Sudah siapkah kita yang memberi panggung kepada Rocky Gerung dikatakan dungu oleh anak-anak kita? Sebab suatu saat seorang anak dan orang tua akan menemukan titik perbedaan dalam mencari jati diri.
Kalau kita ingat di pilkada Jakarta 2017, karena ramai makian, umpatan terhadap Ahok, anak-anak pun bisa bersorak bunuh Ahok. Itu semua karena mereka disuguhi pemandangan publk dengan berbagai komentar termasuk mengatakan darah Ahok halal untuk ditumpahkan.
Saya pribadi mengahargai Rocky Gerung dan banyak orang yang merasa dirinya berjuang untuk kebaikan negeri ini dengan mengkritisi. Tetapi, apakah harus menimbulkan budaya yang membuat generasi kita bukan lebih baik secara peradaban, namun kembali ke masa lalu yang barbar?
Rocky Gerung hingga Rizal Ramli sendiri. Sebab, Rizal Ramli itu kerap ramai di panggung politik, tetapi setelah diberi kesempatan menajadi menteri, tidak bisa berbuat banyak untuk perbaikan secara real dan selalu dicopot oleh Presiden.
Rizal Ramli selalu ramai di setiap pemerintahan. Bahkan ia pun dicopot oleh Gusdur. JK pun pernah mengatakan bahwa Rizal Ramli itu pintar tetapi tidak bisa memimpin. Sumber JK Cerita tentang Rizal Ramli di Kabinet Dua Rezim:
Rame-rame menunjukkan diri punya kekuatan atau pengaruh adalah sebuah trik dalam politik agar diberi posisi. Itu terlihat secara nyata di depan mata kita. Oleh sebab itu, ini bukan soal suka tidak suka, tetapi ini soal pertunjukan drama yang buruk. Potensi dicontoh oleh generasi masa depan bisa membuat negara kita porak-poranda dalam pemikiran dan peradaban kemanusiaan.
Discussion about this post