Gambaran publik kepada sosok-sosok terhormat para mantan Panglima TNI, yang selama ini dipandang berjiwa besar dan tanpa cela, kini mulai pudar dengan adanya seorang Gatot Nurmantyo. Seakan dia tak pernah menyimpan rasa sakit hatinya kepada Presiden Joko Widodo, karena dianggap merampas jabatannya sebelum usia pensiun, terus saja mengalirkan manuver politik kontroversial.
Faktanya, seandainya tidak berkat kebaikan hati seorang Jokowi, rasanya Jendral nyeleneh ini tak bakalan mendapatkan jabatan Panglima. Kita tahu, secara tradisional jabatan Panglima itu dijabat bergiliran oleh ke tiga angkatan, Darat, Laut dan Udara. Anehnya ketika Moeldoko memasuki usia pensiun, Jokowi saat itu mempercayakannya kepada seorang Gaot yang kemudian disadari menimbulkan kontroversi berkepanjangan.
Bukan hanya terbatas pada saat pelantikannya, bahkan manuver-manuvernya selama menjabat sebagai Panglima, tak jarang dia sering menyulitkan Presiden dalam bersikap.
Gatot menegaskan dukungannya pada aksi massa bela Islam pada 2016. Setidaknya tercatat ada dua aksi besar yakni pertama pada 4 November 2016 dan kedua pada 2 Desember 2016. Aksi pertama berujung rusuh besar di depan Istana Kepresidenan Jakarta.
Hal paling mencolok pada diri GN adalah konsistensinya dalam memusuhi jejak-jejak PKI, yang notabene sudah terhapus berpuluh tahun lalu karena disapu bersih oleh Soeharto yang menjadi idolanya.
Mari kita analisis, dampak apa yang ditinggalkan oleh manuver Gatot Nurmantyo, seandainya dia tetap mempertahankan sikapnya sebagaimana dia tunjukkan kepada publik.
Pada era Orde Baru, institusi paling steril dari jejak PKI, dapat kita yakini adalah TNI. Alasannya sangat jelas, pola ujian masuk sebagai calon prajurit melalui tahapan skrining yang sangat ketat, bahkan boleh dikatakan, seluruh institusi di TNI turut menjadi pendukung panitia penerimaan.
Seorang calon prajurit saat itu, tidak hanya dirinya yang diselidiki, bahkan tujuh generasi ke atasnya discaning berdasarkan jejak masa lalunya. Jadi secara praktis, kecil kemungkinannya seorang prajurit terdeteksi sebagai keturunan tokoh atau anggota PKI.
Kalau sekarang tiba-tiba Gatot menyebut ada indikasi PKI telah menyusup di institusi TNI, bukankah ini menunjukkan kegagalan system perekrutan calon prajurit sejak masa dia berdinas, dan bahkan terakhir sebagai Panglimanya?
Cermati saja, seorang pejabat di TNI yang mampu menyusupi paham tertentu ke institusinya, tentu memiliki status dan posisi strategis. Jika dia baru meninggalkan TNI pada kurang dari lima tahun lalu, maka otomatis mereka yang dia curigai telah menyusup itu merupakan kealfaan dirinya sendiri.
Tampaknya dia tak sadar bahwa kini dia sedang memberikan tamparan keras kepada pipi kiri atau pipi kanannya. Tanpa sadar pula, dia sedang buang kotoran kepada marwah korp Panglima TNI sejak Panglima Besar Soedirman. Jadi jelas lah, Gatot Nurmantyo perlu diberikan pendekatan berdampak jangka panjang, agar dia mendapatkan efek jera.
Discussion about this post