Karir Agus sebagai politikus dinilai sangat cepat sekali, baru keluar dari TNI AD, tiba-tiba sudah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Pengalamannya dibidang pemilu juga tidak sembarangan, dirinya penah ikut menjadi calon gubernur DKI pada 2017 lalu.
Meskipun baru sekali mengikuti pemilu, tetap saja tidak banyak orang yang seumuran dengannya yang berkesempatan mengikuti calon gubernur tersebut.
Dilihat dari background keluarganya memang bukan dunia baru diperpolitikan Indonesia. Adiknya sudah lama di partai yang saat ini dipimpinnya. Sementara bapaknya, Pepo, lebih hebat lagi, pernah menjabat sebagai presiden secara dua kali berurutan dengan hasil kerjanya yang…..pada tahu lah ya kayak gimana.
Sudah sepantasnya bila Agus dengan background yang seperti itu, menjadi salah satu nama yang digadang-gadang dan selalu masuk dalam radar penciuman lembaga survei sebagai calon presiden di 2024 nanti.
Sebenarnya sudah sejak pilpres 2019 lalu Agus dicoba “dijual”. Tidak sebagai capres, tapi setidaknya sebagai cawapres. Namun nampaknya belum menemukan jalan yang cocok. Agus terpental dan kemudian lebih disibukkan dengan kisruh perebutan partai yang dipimpinnya. Belakangan partainya malah disibukkan dengan korupsi salah satu kadernya yang menjadi bupati di sebuah kabupaten di Kalimantan Timur.
Tapi tetap saja, Agus ingin maju. Yang santer belakangan, kemungkinannya untuk bersanding dengan Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan. Dengan formula sipil-militer, membentuk duet Anies-Agus.
Itu sebenarnya hanya menunjukkan kekurangan dan betapa nanggung-nya seorang AHY itu. Betapa Agus dan Demokrat yang tidak pede untuk mendekat ke partai pesat. Ke partai-partai yang punya peluang yang lebih besar.
Memang popularitas dan elektabilitas Anies cukup tinggi, tapi tetap saja peluang Anies diajukan masih saja kecil. Perlu dua atau tiga partai tambahan lagi hingga memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
Fokus ke Agus, politikus muda ini hanya menang di status “muda”-nya itu saja. Selebihnya lebih banyak kurangnya.
Secara pengalaman sangat minim. Di kemiliteran beliyo hanya sampai di kategori menengah. Jelas pengalaman yang ini sama sekali tidak bisa dijadikan kartu andalan. Misalnya saja nanti ketika harus berhadapan dengan Pak Prabowo yang seorang mantan jenderal, sekali gebrak meja bisa saja Agus langsung gemetaran. Mlipir-mlipir ke pinggir.
Kemudian pengalaman di birokrasi? Ya jangan ditanya, pastinya gak ada.
Kalau pengalaman di kepartaian bagaimana?
Mungkin ini agak mendingan. Kuat menghadapi serangan dari Pak Moeldoko cs adalah sesuatu yang hebat. Namun tetap saja ada tapinya. Karena apa yang bisa dipertahankan oleh Agus saat ini murni karena kecerdikan Pepo sebelumnya. Murni karena kepiawaian si bokap dalam mengutak-atik sistem di partainya sehingga membuat sulit bagi siapapun yang ingin mengganggunya.
Discussion about this post