Formula E bisa dibilang menjadi ajang konon mendatangkan kerugian setiap kali diadakan, yang pasti akan sepi setiap diadakan karena animo masyarakat yang rendah terhadap ajang balapan ini.
Semua sepertinya sudah mengetahui apa saja hal-hal kontroversi yang mengiringi perhelatan Formula E di Jakarta ini. Namun, tidak ada salahnya jika kita coba mengingat-ingat lagi beberapa hal yang menyertai kontroversi dari Formula E ini.
Dimulai dari pemilihan kawasan Monas, yang tanpa tanpa izin resmi lantas diikuti oleh penebangan pepohonan di kawasan Monas, yang sampai hari ini terbilang tidak jelas dan kurang transparan dalam pelaporannya. Kenekatan kubu Pemprov DKI Jakarta juga sampai hari ini seingat saya kurang mendapat sanksi tegas, padahal sudah terlalu berani mengobok-obok kawasan yang seharusnya menjadi batasan yang tidak boleh dilanggar Anies dan Pemprov DKI Jakarta karena di luar kewenangan.
Selanjutnya yang paling fenomenal tentu saja biaya komitmen alias commitment fee yang kabarnya hingga tembus 560 miliar untuk beberapa kali penyelenggaraan Formula E. Biaya yang sampai hari ini masih simpang siur, karena Anies selaku Gubernur DKI Jakarta juga belum berani bersuara tegas sambil membawa bukti yang menyatakan bahwa tidak ada masalah atau pelanggaran hukum dalam pembayaran commitment fee ini.
Akhirnya, setelah keraguan soal mepetnya waktu pembangunan sirkuit yang tampaknya mulai terjawab oleh pihak Jakpro selaku panitia penyelenggara, masih ada kepingan misteri lain terkait pihak sponsor yang akan menjadi faktor penting dalam penyelenggaraan Formula E, agar tidak semakin merugi. Kenapa saya sebut tidak semakin merugi … ya karena tampaknya potensi kerugian juga akan dialami dalam penyelenggaraan Formula E ini.
Discussion about this post