Meskipun Formula E sudah usai tapi sepertinya masih meninggalkan polemik di dalamnya. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun ikut disindir karena tidak ikut menjadi sponsor balapan listrik tersebut.
Pihak BUMN pun buka suara soal itu, Stafsus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengungkapkan alasannya BUMN tidak mensponsori Formula E Jakarta, karena proposal baru diterima sebulan sebelum acara dilaksanakan. Proposal sponsor seharusnya diajukan dalam jangka waktu tiga bulan, bahkan satu tahun sebelumnya.
“Pada umumnya BUMN menerima proposal event besar berskala nasional dan internasional paling cepat (minimal) tiga bulan sebelumnya atau bahkan setahun sebelumnya,” kata Arya.
Dengan jangan waktu tersebut, BUMN memiliki cukup waktu untuk melakukan kajian sebelum mengambil keputusan yang didasari oleh aspek bisnis dan kontribusi nilai sosial BUMN kepada masyarakat.
Tapi Sahroni tidak terima dengan alasan telatnya pengajuan proposal. Menurut dia, BUMN seharusnya lebih aktif mengajukan penawaran, bukan menunggu proposal dari penyelenggara. Apalagi Formula E termasuk event skala internasional.
“Kalau mau bergabung untuk event dunia kan harusnya lebih masif bertanya! Bukan karena proposal telat kasih. Toh BUMN sudah tahu ada event dunia kok dan saya sebagai ketua OC sudah bertemu langsung dengan pak Erick [Thohir] di kantornya,” katanya.
Bah, ini mah namanya Sahroni merasa Formula E lebih tinggi dan penting dari BUMN? Logika macam apa ini?
BUMN punya prosedur tersendiri, butuh waktu dan peninjauan proposal. Lagian kalau memang BUMN merasa acara tersebut sangat menjanjikan, tak usah disuruh-suruh pun pasti akan langsung ajukan jadi sponsor jauh-jauh hari. Coba kalau Formula 1 diadakan di sini, saya yakin BUMN pasti duluan daftar.
Ini analoginya begini. Saya suka pada seorang wanita. Lalu saya ajukan proposal lamaran. Wanitanya pasti butuh waktu toh? Mau mikir dulu, karena ini serius menyangkut masa depan dan membangun keluarga, bukan sesepele diajak nonton film di bioskop. Tapi saya ngamuk karena wanita itu tidak merespon cepat dan saya bilang harusnya dia yang ajukan proposal ke saya karena saya ganteng. Konyol, gak?
Bukan hanya Sahroni yang tak nyambung, ternyata Said Didu pun sama konyolnya. Dia bilang proposal sponsor seharusnya bisa diproses dengan cepat. Tak perlu hitungan bulan. Menurut dia, satu hari pun BUMN bisa membuat keputusan.
“Alasan tidak masuk akal. Jika “normal” hal seperti ini bisa diputuskan dalam waktu 1×24 jam,” kata dia.
Ini lebih kacau lagi. Mantan pecatan memang aneh semua jalan pikirannya. Dikiranya BUMN itu perusahaan milik sendiri yang bisa men-ACC sesuatu dengan cepat. Mending kalau proposalnya seperti jadi sponsor pertandingan bola tarkam atau lomba panjat pinang.
Padahal di sisi lain, dia juga mengingatkan bahwa BUMN adalah milik negara bukan milik keluarganya yang bisa sesuka hati.
“Harusnya Pak Menteri ditawarkan pasang foto seperti di ATM Bank dan berbagai Bandara. Sekedar mengingatkan ke Pak Menteri BUMN bahwa BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara – BUKAN Badan Usaha Milik NENEK Lu,” katanya.
Dia aja paham BUMN itu bukan perusahaan nenek sendiri, tapi malah bilang bisa memutuskan sesuatu dalam 1×24 jam. Kalau punya nenek sendiri, silakan mau putuskan mau seberapa cepat dan seberapa kilat. Itu pun kalau perusahaan besar, mau punya nenek atau buyut sendiri pun tidak bisa seenak jidat memutuskan dengan cepat.
Kalau mau cepat, ya ajak PA 212 jadi sponsor. Mereka akan deal hanya dalam waktu kurang dari semenit.
Barisan sakit hati = nalar sakit. Itu rumus yang dari dulu belum terpatahkan. Secerdas dan sebanyak apa pun gelar akademis, kalau sudah jadi member di sana, pasti jadi kelihatan konyol dan mirip orang yang dulu sering tinggal sekolah.
Discussion about this post