Terbongkarnya kedok ACT kian mengukuhkan keberadaan para teroris dan aliran dana organisasi yang mengaku sebagai donatur ini . Setidaknya dari temuan PPATK yang diteruskan ke Densus 88 bahwa ada temuan aliran dana ke organisasi terlarang.
Para petinggi ACT disinyalir dekat dengan petinggi PKS. Berdasarkan jejak digital Ahyudin juga sang petinggi partai diberbagai kesempatan dalam sebuah acara.
Dan parahnya lagi, mereka ini sepertinya punya kepentingan tersembunyi di masa yang akan datang.
Diketahui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga masuk dalam lingkaran ACT sebagai bintang iklannya, bersedia jadi tokoh yang mengendorse ACT. Ini benar-benar epic. Menjadi bahan tertawaan rakyat.
Wan abud ini bak marketing/sales yang sering sekali memuji ACT
Alhasil kran ACT kian deras, dikenal masyarakat secara luas. Bahkan berdasarkan penelusuran di sosial media ACT sudah pernah masuk hingga perbankan dengan kata manisnya yang jadi andalan si filantropi yaitu donasi.
Tapi rupanya kini senjata makan tuan. Jejak digital tak bakal hilang sampai kapan pun dan tentu ingatan masyarakat atas tindakan Anies yang menerima endorsement.
ACT adalah tragedi super jahat kepada umat yang diciptakan oleh sebuah design tingkat tinggi dengan mengatasnamakan kemanusiaan dibalut keagamaan.
Sehingga filantropi ini sejatinya bersembunyi ditempat yang nyata terlihat tapi aman. Karena peran Anies dan JK yang bersedia jadi SPG ACT menutupi kedok sesungguhnya.
Bisa kita bayangkan, sejak 2005 mereka berdiri hingga sekarang (2022) baru terbongkar. Itu pun karena mereka saling cakar-cakaran perkara uang dan area teritorial.
Jadi kalau ditanya kenapa PKS diam. Juga tokoh-tokoh yang selama ini vokal terhadap pemerintah, padahal ini tragedi kejahatan besar umat Islam.
Anda tentu masing-masing sudah punya jawaban. Sebuah tujuan besar itu tak lepas dari lalu lintas keuangan bukan?
Ketika ada jalan, kesempatan dan kesepakatan maka yang haram bisa berubah ranah abu-abu lalu lambat laun jadi halal mengikuti kebutuhan.
Jangan tanya soal rasa belas kasihan apalagi kok nilai-nilai kemanusiaan. Ketika ‘keyakinan’ berbicara, selagi bukan kelompoknya menjadi boleh ditilep untuk kepentingan pribadi, dibagi ke kroni dan disalurkan kepada organisasi bahkan (mungkin) petinggi partai.
“Win-win solution” demi cita-cita bersama. Tapi rupanya ibu pertiwi tak sudi menerima atas mufakat jahat, hingga semesta melalui caranya membongkar topengnya dan se-Indonesia raya melihat wajah-wajah kemunafikan.
Discussion about this post