Kalau dilihat-lihat manuver politik yang dilakukan Ketum Partai Demokrat AHY menuju 2024 bisa dibilang ngenes.
Berawal dari karir militer, Agus ini tiba-tiba pindah haluan sebagai politikus tampaknya sudah dipersiapkan oleh bapaknya.
Dulu, banyak pihak yang menganggap AHY ini masih minim pengalaman. Sebagai parameter ketika yang bersangkutan maju di pilgub DKI Jakarta 2017 AHY kalah cukup telak. Bahkan tidak masuk ke putaran ke-2. Modal sebagai anak mantan presiden pun tak mampu membantunya.
Padahal saat itu AHY dan keluarganya terlihat begitu yakinnya. Sampai kariernya di militer tak diteruskan. Terlepas dari alasan yang dikemukakan. Tapi bagi saya itu bagian dari strategi, spekulasi dan pertaruhan besar. Semata-mata untuk menunjukkan kepada warga DKI Jakarta jika AHY tak main-main.
Harapannya jika di DKI Jakarta dapat ditaklukkan maka tiket pilpres 2024 lebih terbuka lebar. Ya tak ubahnya seperti Anies saat ini. Pribadi yang sangat berambisi, pede tapi tak diimbangi dengan kinerja. Hanya pandai berkata-kata, memoles citra diri di setiap kesempatan yang ada. Narsis agar eksis.
Lalu, bagaimana AHY saat ini. Apakah publik masih menganggapnya sosok yang minim pengalaman?
Apabila dihitung sejak Maret 2020 AHY yang secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat maka baru terhitung 2 tahun 4 bulan pengalamannya memimpin sebuah organisasi yang besar.
Jadi publik bisa melihat, apakah sudah dapat dikatakan berpengalaman atau belum? Sudahkah cukup memantaskan diri untuk menjadi seorang presiden?
Sampai akhirnya saya menemukan fakta-fakta yang cukup ironis. Jika diperhatiakan secara seksama. Safari politik AHY ke beberapa ketum partai politik tak ubahnya acara seremonial diakhiri dengan senyuman yang cukup menggelikan.
Bagaimana tidak, sebagai contoh saat AHY bertemu dengan Surya Paloh baru-baru ini di kantor DPP Nasdem Jakarta untuk yang ke-3 kalinya.
Hasil pertemuan itu yang paling mencolok dan menghiasi headline beberapa media meinstream adalah saran Surya Paloh kepada AHY, untuk maju di pilpres 2024.
Akan tetapi yang menarik, Surya Paloh di satu sisi mendorong AHY nyapres tapi sisi yang lain AHY diingatkan agar jangan ngoyo. Ini sama saja usai memuji lalu AHY dibanting.
Ini sama saja Surya Paloh menganggap AHY bukanlah sosok yang diperhitungkan di pilpres 2024. Jika dicermati lebih dalam Surya Paloh masih menganggap AHY itu masih anak kemarin sore.
Dari sini saja sebetulnya SBY sebagai bapaknya harusnya lapang dada dan menerima kenyataan jika anak sulungnya itu belum dianggap pantas untuk mentas apalagi sekelas pemilihan presiden.
Jadi semua terlihat sulit bagi AHY dan Demokrat. Pasalnya selain namanya yang tidak menjual juga kembali ke faktor pengalamannya. Praktis AHY hanya berada di bawah bayang-bayang bapaknya dan itu begitu melekat kuat.
Discussion about this post