Baru-baru ini rekor sebagai pemimpin paling pintar sejagad jatuh kepada Anies. Pemimpin satu ini paling pintar menata kata ketimbang menata kinerja. Bicara soal gonta-ganti nama, Anies jagonya.
Kemarin nama jalan diubah seenak jidatnya, hingga membuat warganya sendiri kerepotan, maka tak heran banyak yang menentang kebijakan tersebut.
Dan sekarang, lagi-lagi jurus itu dipakai untuk mengubah nama istilah rumah sakit.
Anies mengubah ‘Rumah Sakit Umum Daerah’ (RSUD) menjadi ‘Rumah Sehat untuk Jakarta’. Perubahan ini hanya berlaku bagi rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jakarta. Anies mengatakan penjenamaan dilakukan karena selama ini ‘rumah sakit’ memiliki orientasi pada kuratif dan rehabilitatif.
“Selama ini RS kita berorientasi pada kuratif dan rehabilitatif, sehingga datang karena sakit, lalu datanglah ke rumah sakit untuk sembuh. Untuk sembuh itu harus sakit dulu, sehingga tempat ini menjadi tempat orang sakit,” kata Anies di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.
Anies mengatakan penjenamaan ‘rumah sakit’ menjadi ‘rumah sehat’ juga agar peran fasilitas kesehatan itu ditambah dengan aspek promotif dan preventif.
Anies ingin masyarakat datang ke RS bukan sekadar untuk berobat, tapi juga untuk lebih sehat. Menurutnya, warga bisa datang ke ‘rumah sehat’ untuk melakukan medical check up, persoalan gizi, hingga konsultasi kesehatan.
“Jadi, ‘rumah sehat’ ini dirancang untuk benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup yang sehat, bukan sekadar berorientasi untuk sembuh dari sakit,” kata Anies.
Penjenamaan ‘rumah sakit’ menjadi ‘rumah sehat’ sudah direncanakan sejak 2019. Tapi hal tersebut tertunda karena pandemi Covid-19.
“Ide gagasan mulai dibahas 2019, 2020 mulai awal, mulai kita siapkan langkah-langkahnya, lalu muncul pandemi sehingga ini terhenti. Baru kemudian diaktifkan lagi setelah kita bisa suasananya lebih memungkinkan,” kata dia.
Rumah Sehat Untuk Jakarta. Apakah ada singkatannya? Kalau ada, jangan disingkat jadi RSUJ, nanti orang-orang malah berpikir itu adalah rumah sakit umum jiwa.
Dari awal menjabat memang tidak berubah. Dia selalu yakin dan percaya bahwa gagasan dan kekuatan kata-kata tidak boleh diremehkan. Baginya, tanpa kata-kata, gagasan takkan muncul. Tanpa gagasan, kerja takkan ada. Meskipun kenyataannya kerjanya tak jelas dan amburadul. Sering ambruk dan roboh pula.
Anies pintar memainkan kata-kata tapi tidak bisa kerja. Hasilnya sama saja. Rumah sakit diganti jadi rumah sehat. Ya untuk apa?
Yang paling penting adalah peningkatan kualitas rumah sakit dan sistem kesehatan. Keluhan pasien bukan karena istilah rumah sakit, tapi karena pelayanan rumah sakit yang buruk, sistem kesehatan yang lelet, tenaga medis yang kadang kurang bersahabat dan tidak berkompeten.
Makanya banyak orang lebih memilih rumah sakit di luar negeri. Mau ganti nama jadi rumah sakit pun, sama saja tidak berefek apa-apa kalau layanan kesehatan masih sama seperti sekarang. Di saat negara tetangga sudah open border karena pandemi yang terus melandai, banyak orang Indonesia yang berbondong-bondong pergi berobat. Ini fakta yang tak terbantahkan.
Entah apa yang ada di pikiran Anies hingga merasa gonta-ganti nama sangat mendesak dan penting.
Coba bayangkan kalau orang ini jadi presiden RI. Takutnya nama departemen pun akan diubah semau dia. Misalnya menteri keuangan, diganti namanya jadi menteri kelebihan bayar.
Menkominfo diganti namanya jadi menteri internet cepat, supaya ASN di kementerian itu lebih gesit membuat internet lebih kencang. Kalau ada pemblokiran, Anies akan bilang itu bukan diblokir tapi diistirahatkan.
Kalau kerjanya cuma begini, ya buat apa jadi gubernur? lebih baik Anies menjadi copywriter saja. Cocok dengan keahliannya menggunakan kata-kata untuk mempengaruhi orang. Dengan kemampuan ini, dia pasti bisa menjual apa pun dan punya bisnis yang potensial. Apalagi kalau mau jualan agama, pasti laris manis.
Discussion about this post