Sepanjang sejarah bangsa Indonesia, kelompok keturunan yang ada di Indonesia dan selalu menjadi sorotan adalah para keturunan Tionghoa. Keturunan Tionghoa disoroti dari banyak sisi. Namun sisi yang paling disoroti adalah banyaknya pengusaha keturunan Tionghoa yang sukses dan menimbulkan kedengkian di antara hati para pribumi. Padahal, keturunan Tionghoa ini juga terkenal karena keuletannya dalam menjalankan usahanya yang menjadi suri taulan bagi para pribumi. Pengusaha-pengusaha keturunan Tionghoa yang hari ini terkenal, semuanya memulai usaha mereka benar-benar dari nol besar dan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Seperti Group “Djarum” yang memulai usahanya seiring dengan tumbuhnya Indonesia menjadi negara berkembang. Mereka memulai membeli usaha kecilya dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951 yang kemudian mengubah namanya menjadi Djarum, atau group “Sinar Mas” yang memulai usahanya pada tahun 1932.
Sementara itu, di Indonesia juga ada keturunan bangsa lain, yaitu keturunan Arab dan keturunan India, yang selama ini tak begitu banyak disoroti karena pergerakan mereka dalam kehidupan selalu bergerak di bawah radar. Tapi sejak Indonesia memasuki masa reformasi, sekelompok orang keturunan Arab mulai menggeliat menampakkan eksistensi mereka di bumi Indonesia. Tak lagi bergerak di bawah radar. Kegiatan para keturunan Arab yang membuat orang-orang pribumi mulai melirik mereka adalah keuletan mereka dalam mempromosikan atribut keagamaan Islam. Mereka mulai gencar mengkritisi cara pakai muslim Indonesia dan mempromosikan cara pakai ala Arab dengan embel-embel “sunah rosulullah” hingga banyak muslim Indonesia mulai berganti pakaian dari baju batik atau koko, celana panjang normal dan peci, menjadi baju gamis, tunik dan celana cingkrang dilengkapi dengan sorban yang melilit di kepala.
Memahami bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, langkah untuk menguasai kehidupan masyarakat Indonesia, para keturunan Arab ini mulai menyerang Indonesia dari sisi ideologi yang katanya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Banyak hal mereka haramkan dan mereka ribakan. Suatu sistem yang telah dianut bangsa Indonesia selama berpuluh tahun tiba-tiba dianggap salah dan menyalahi aturan Islam. Di tangan keturunan Arab Muda ini, Ajaran Islam seakan-akan baru dilahirkan dan menyalahkan ajaran Islam yang lama. Sistem perbankan yang katanya mengandung banyak riba, adalah satu dari sekian sistem yang berhasil mereka pukul. Ajaran Islam Indonesia yang dibawa dan dikembangkan oleh Wali Songo dan para ulama tua, termasuk ulama tua keturunan arab sendiri, tiba-tiba disalahkan. Nama-nama Arab untuk anak-anak Indonesia mulai menggeser nama-nama asli Indonesia seperti Euis, Neneng, Retno, atau Wulan. Panggilan ayah dan ibu berganti menjadi Abi dan Umi. Bahkan kata panggil “Anda” dan “saya” pun berganti menjadi “ana”, “antum”, “ukhti” dan panggilan lainnya. Semua itu sukses mereka lakukan dengan iming-iming bahwa menggunakan bahasa Arab baik untuk nama ataupun dalam percakapan bisa menambah pahala. Mereka lupa kalau Tuhan maha memahami seluruh bahasa yang digunakan semua mahluk hidup yang ada di jagat raya. Akan baik jika diniatkan baik dan akan buruk jika diniatkan buruk.
Dalam persaingan merebut eksistensi warga keturunan, tak jarang para keturunan Arab “muda” ini menyerang esksitensi para keturunan Tionghoa dengan sebutan “aseng” dan memusuhi mereka yang membela keturunan Tionghoa dengan sebutan “pro-aseng”. Saya menyebut “para keturunan arab muda” karena fenomena yang dilakukan oleh orang-orang yang mempraktekan politik identitas agama Islam adalah para keturunan Arab Yaman yang berusia muda seperti Rizieq Shihab, Bahar Bin Smith dan Anies Baswedan, yang usianya jauh lebih muda dibandingkan Quraish Shihab dan keturunan Arab lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Padahal sejarah mencatat bahwa para keturunan Arab di Indonesia ini cukup mendominasi kehidupan beragama hingga Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Dijalankan tanpa melakukan penyerangan apapun baik terhadap sistem yang sudah ada maupun menyerang keturunan bangsa lain seperti keturunan Tionghoa. Coba kalian cek di Wikiapedia. Hampir semua tokoh-tokoh ulama tua keturunan Arab semuanya terlibat dalam urusan agama. Membuka pesantren, menjadi ulama dan menjadi pendakwah. Dari sejak abad belasan hingga kemaren, kehidupan berbangsa dan beragama di Indonesia aman, damai dan sentosa. Keturunan Arab di Indonesia memiliki kedudukan dan posisi yang cukup terhormat di tengah masyarakat. Walaupun istilah pribumi dan keturunan itu ada di dalam kamus bahasa Indonesia, namun lama tak pernah dipakai dan terdengar.
Tapi hari ini?
Sejak Anies Baswedan menyerang Ahok di Pilkada Jakarta dengan menggunakan politik identitas agama, sejak Rizieq Shihab meyerang Joko Widodo yang seorang pribumi asli, para keturunan Arab menjadi terstigma sebagai keturunan Arab Yaman yang ingin membuat Indonesia hancur seperti negara leluhur mereka. Kedudukan dan posisi kelompok keturunan Arab yang begitu terhormat dan dihormati, hari ini sudah berubah menjadi bahan cibiran dan tertawaan. Seperti pepatah mengatakan, “Nila setitik rusak susu sebelanga”. Kelakukan satu, dua atau segelintir orang keturunan Arab Yaman, membuat seluruh keturunan Arab terstigma sama.
Ah, tetap saja biang keroknya Soeharto….
Wait the minutes… Jangan asal nuduh!!! Dikatakan misalnya benar Soeharto yang menjadi biang kerok, tetap saja, para keturunan Arab Yaman itu adalah orang-orang dewasa yang diberi akal dan pikiran oleh Tuhan. Mereka bisa mengambil sikap untuk tidak mengubah kedudukan dan posisi mereka yang sudah terhormat di tengah masyarakat. Mereka bahkan bisa lebih menyempurnakan diri sebagai kelompok yang menjaga keagungan Trah Rasulullah dengan tidak melibatkan diri pada perpolitikan. Siapa yang bisa menjaga keagungan Trah Rasulullah kalau bukan keturunannya? Masa Jemima…. kan bukan!!!
Discussion about this post