Kampung Susun Bayam ternyata menimbulkan sejumlah polemik, salah satunya adalah harga sewa yang tidak menemui titik terang.
Diketahui, Jakpro menawarkan harga sewa kurang lebih Rp 750-765 ribu. Bahkan awalnya sempat menyentuh harga Rp 1,5 juta sebulan. Warga pun protes karena tidak sanggup menyewa dengan harga setinggi itu. Sehingga harga diturunkan menjadi Rp 750 ribu sebagai kebijakan untuk menghitung perawatan dan biaya lainnya.
Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono akhirnya menyerahkan tarif sewa Kampung Susun Bayam Jakpro. Dia mengaku tak masalah dengan harga yang ditawarkan Jakpro. “Jakpro yang membangun, Jakpro yang me-manage itu, kita serahkan ke Jakpro,” kata Heru.
Nah ini baru benar. Tidak usah ikut campur mengurusi sesuatu yang ditinggalkan oleh Anies, sang gubernur penata kata penebar janji surga.
Warga Kampung Susun Bayam menuntut Jakpro dan Pemprov DKI memberikan kunci hunian. Selain itu, warga meminta harga sewa Kampung Susun Bayam sekitar Rp 200 ribu.
“Tuntutannya pertama segera mungkin kita bisa masuk ke rusun, kedua segera mungkin kita ada penyerahan kunci, terus ketiga harga nominal sewa bisa terjangkau dengan masyarakat kecil,” kata Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam, Asep Suwenda.
Meski harga yang ditawarkan turun menjadi Rp 765 ribu, warga tetap merasa kemahalan dan maunya hanya berkisar Rp 200 ribu.
“Yang jelas kita berkaca dari kampung rusun di Akuarium dan di Kunir itu Rp 34 ribu dan ditambah hal-hal lain kisaran-kisaran Rp 200 ribu, harapannya itu, acuan kita sama dengan rusun Akuarium. Tapi yang jadi prioritas kita gimana supaya masuk ke rusun, harga sewa bisa dibicarakan lagi,” katanya.
Akhirnya warga kena sendiri dan merasakan akibat dari janji-janji Anies yang seindah surga. Anies sudah lengser, sehingga dia tidak akan peduli lagi dengan polemik ini. Jakpro yang sekarang terpojokkan dan pusing entah harus melakukan apa.
Heru Budi malah menyerahkan semua pada Jakpro karena ini memang urusan Jakpro. Makin komplit dah pusingnya Jakpro.
Sebagai informasi, harga sewa Kampung Susun Bayam sudah disesuaikan dengan Pergub Nomor 55 Tahun 2018. JakPro menyebut tarif tertinggi rusun tersebut Rp 765 ribu per bulan. Pergub tahun 2018 artinya, itu dibuat di era Anies. Jadi kalian sudah satu siapa yang harus bertanggungjawab.
Mungkin ada sebagian yang bilang tarif sewa tersebut sudah sangat murah di Jakarta. Tapi bagi yang tidak mampu, tentu saja dirasa berat.
Intinya begini saja, zaman Ahok dulu, sewa rusun murah meriah dengan segudang fasilitas. Hanya dengan harga Rp 300-450 ribu. Bahkan katanya ada yang malah Rp 150 ribu. Tapi program ini seolah pingsan karena kemunculan Anies yang merusak logika berpikir masyarakat.
Anies datang dengan membawa solusi lain yang menurutnya jauh lebih baik dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Nyatanya banyak yang gigit jari. Seperti Kampung Susun Bayam ini, sebagian pasti merasa berat, kan? Bahkan mereka mau harga murah seperti rusun lainnya.
Akibatnya, muncullah polemik. Jakpro bingung. Warga pusing tujuh keliling. Anies tidak mau tahu karena sedang tebar pesona keliling Indonesia. Jangan harap Anies bakal respon apalagi menyelesaikan masalah ini. Heru Budi juga enggan terlibat dalam polemik ini. Lagipula ini tertuang dalam Pergub yang tak bisa diutak-atik oleh Heru. Pergub tak bisa sembarangan diganti oleh Heru.
Lebih baik waktunya dipakai untuk atasi banjir dan lakukan program penting. Polemik ini biarlah Jakpro dan warga yang berdiskusi gimana baiknya. Sekaligus menjadi sebuah pelajaran penting bahwa pemimpin yang santun dan tukang janji manis, belum tentu bisa menepati janjinya. Salah satu warga sempat mengungkit janji Anies di mana mereka bisa segera menempati hunian tersebut, tapi hingga saat ini masih terkendala harga sewa yang belum deal antara kedua pihak.
Itulah hebatnya Anies, sekaligus betapa polosnya warga. Dua-duanya klop dan saling melengkapi. Ada supply, ada demand. Semoga warga bisa mengambil pelajaran dari polemik ini. Jangan terlalu mudah menelan apa yang diberi orang lain. Hasilnya, 5 tahun kesusahan.
Discussion about this post