Abas harus belajar dari John Mc Caine, capres USA pada pilpres tahun 2008 ketika melakukan kampanye terbuka. Meskipun dia berkompetisi dengan Barack Obama, namun tak melupakan pendidikan kepada pendukungnya untuk tidak membencinya sebagai pribadi. Jika Abas sedikit saja memberi pendidikan kepada pendukungnya yang gemar menebar hoaks, ujaran kebencian dan bersikap intoleran, niscaya saat ini persepsi publik akan berbeda dengan yang dipersepsikan selama ini.
Lebih jauh, bukannya meredakan kebiasaan tidak baik tersebut, dia justru menularkan pikiran negatif kepada mereka. Secara psikologis, ucapan yang dituakan kerap dianggap contoh, dan bahkan sebagaimana ungkapan, guru kencing berdiri murid kencing berlari. Keburukan sedikit akan diduplikasi berkali-kali lipat, sebaliknya kebaikan berkali-kali diduplikasi sekali saja sudah beruntung.
Harus dimaklumi bahwa seorang yang berada di posisi tidak menguntungkan, kerap melihat pihak yang posisinya lebih baik, dengan rasa cemburu dan cenderung suudzon. Boleh jadi perasaan demikian sedang dialami Abas beserta para pendukung, dan munculnya tudingan bahwa pemerintah mematikan kritik, menggambarkan Abas tidak cukup memahami situasi yang berlaku, khususnya mereka yang dia anggap dibungkam.
Sejauh yang kita saksikan, mereka yang mengalami kasus hukum akibat kritikan kepada pejabat, diduga kuat karena kritikannya mengandung fitnah, yakni tudingan yang jika memenuhi kaidah hukum berpotensi si pejabat terjerat kasus, namun tudingan yang sama tidak disertai bukti. Apakah Abas menganggap kasus seperti ini sama dengan pembungkaman? Maka sebaiknya berkacalah dengan teliti, karena tudingan Abas justru dapat mengundang fitnah baru, untuk calon pemilih yang terlanjur mengincar nama Abas sebagai pilihannya kelak, tentu akan berpikir ulang manakala terindikasi sang jagoan karakternya tidak jauh berbeda dengan para pemandu soraknya, yakni suka menebar fitnah.
Wakil Ketum Partai Nasdem Ahmad Ali turut gerah dengan polemik yang dipicu pernyataan Abas. Menurutnya, dalam pernyataan itu, Anies merefleksikan pengalamannya sendiri saat memimpin DKI Jakarta. Ali juga meminta agar berbagai pihak tidak selalu menganggap semua pernyataan Anies diarahkan untuk pemerintahan Jokowi.
“Pernyataan Anies itu tidak pernah menyebutkan pemerintahan Jokowi antikritik. Nggak. Dia berbicara bahwa pemerintah itu harus membuka ruang untuk kritik. Jadi yang dimaksud pemerintah itu termasuk pemerintah provinsi, termasuk ke Anies. Praktik-praktik itu dirasakan Anies ketika menjadi gubernur,” katanya.
Persoalannya, apakah Ahmad Ali tidak sadar, pemerintah dipimpin oleh Presiden yang bernama Jokowi? Jelasnya Abas mungkin tidak bermaksud menyerang Jokowi. Namun secara tidak langsung Jokowi berada di dalam entitas yang diserang Abas. Justru karena itulah bantahan datang dari partai-partai yang berhimpun dalam pemerintah. Bahkan Nasdem yang masih bergabung dalam Kabinet Jokowi, secara tidak sadar kecipratan serangan.
Discussion about this post