Putusan pengadilan terhadap kasus hukum yang sepantasnya menghasilkan vonis berat (tapi faktanya terlalu ringan) kembali melukai hati masyarakat pasca munculnya pemberitaan soal vonis Roy Suryo (RS) yang “hanya” berdurasi 9 bulan penjara. Vonis ini bahkan lebih ringan 6 bulan daripada tuntutan jaksa, yang menilai eks Menpora itu pantas divonis 1,5 tahun penjara.
Sebagian orang yang kurang puas dengan vonis pengadilan negeri (PN) Jakarta Barat menilai babwa sepantasnya RS dihukum lebih lama karena telah menimbulkan kegaduhan publik, bisa dianggap menista agama, bahkan layak disebut mencemarkan nama baik Jokowi selaku Presiden RI karena menertawakan hasil editing jahat berupa stupa candi dengan wajah dibuat mirip Jokowi.
Sebagian lagi merasa bahwa RS pantas dihukum berat karena dia sendiri berperan dalam proses penyusunan UU ITE, yang kini dipakai untuk menjerat RS dalam kasus meme stupa mirip Jokowi itu. Apalagi dia juga sempat merasa tidak bersalah atas perbuatannya itu, meski jelas-jelas sudah melalukan hal yang keterlaluan.
Menurut pemberitaan, pihak hakim menyebut hal yang memberatkan untuk vonis RS adalah karena RS dianggap melakukan multiple quote tweet meme stupa mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui media sosial Twitter, yang bisa menyebabkan rusaknya kerukunan umat beragama dalam bingkai kebhinekaan.
“Terdakwa tidak mencerminkan dirinya sebagai tokoh masyarakat atau ahli telematika, atau orang yang berlatar pendidikan tinggi yang memahami etika dalam bermedia sosial,” kata Majelis Hakim.
Namun, ada pula alasan yang dipakai Majelis Hakim buat meringanman vonis terhadap RS, yakni terdakwa (RS) belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan RS dianggap telah berjasa kepada negara.
Gini banget ya, kualitas pengadilan kita? Orang yang paham hukum dan tahu konsekuensi pelanggaran UU ITE, kok malah divonis ringan. Gimana nggak muncul anggapan bahwa vonis ringan itu melukai hati masyarakat dan membuat kepercayaan pada lembaga pengadilan melemah?
Dampak lainnya, kita khawatir orang-orang yang semula berpikir bisa mengikuti jejak RS soal unggahan kurang ajar kepada Jokowi, jangan-jangan malah semakin bersemangat melakukan perbuatan nista dan tercela itu, tanpa merasa bersalah dan nggak takut-takutnya?
Ah, nggak tahulah. Mbuh! Bingung juga lama-lama mikirin keadilan di negeri ini. Meski sejak zaman baheula seorang Salomo sudah mencermati hal ini, bahwa di lembaga pengadilan pun terdapat ketidakadilan, entah kepada siapa lagi kita bisa berharap kalau bicara soal vonis yang bisa memenuhi rasa keadilan di negeri ini. Bagaimana menurut Anda? Sudah adilkah vonis terhadap eks Menpora yang pernah kedapatan tidak hapal Indonesia Raya itu?
Discussion about this post