Karakter orang memang berbeda-beda, dan tidak bisa disamakan.
Ada yang baper seperti SBY. Tidak bisa disamakan dengan Prabowo yang tempramen.
Begitupun ada yang suka bekerja keras seperti Jokowi. Tidak bisa disamakan dengan orang yang suka ngomong doang seperti Anies.
Termasuk ada juga orang-orang yang kritis di negeri ini. Diantaranya adalah Fahri Hamzah.
Si Fahri ini awalnya kuliah di Universitas Mulawarman, Kaltim di Fakultas Pertanian.
Namun karena jiwanya bukan di bidang pemanfaatan sumber daya hayati itu, ia tidak menamatkan pendidikannya tersebut.
Fahri lalu hijrah ke Jakarta dan masuk ke Fakultas Ekonomi UI.
Di UI inilah jiwa aktivisnya mulai berkembang dengan pesat.
Ia pernah tercatat sebagai Ketua Forum Studi Islam di Fakultas Ekonomi UI. Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan senat mahasiswa UI periode 1996-1997. Dan ketika reformasi bergulir pada 1998, ia turut membidani lahirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Fahri-lah yang jadi Ketua Umum KAMMI yang pertama.
Bersama organisasinya itu ia turut melawan rezim Soeharto.
Beda dengan Fadli Zon yang sudah nyaman duduk di MPR saat penguasa Orba itu berkuasa.
Nah, waktu dia jadi anggota DPR dulu, si Fahri ini juga getol mengkritik Jokowi lho.
Ia pernah mengatakan pemerintahan Jokowi-JK lemah dan bodoh, memberi kartu merah kepada mantan Walikota Solo itu, mengatakan naskah akademik pemindahan ibukota negara masih belum baik, dan lain-lain.
Hanya saja Jokowi tidak baper seperti SBY. Kritikan keras dari Fahri itu dibalasnya dengan penghargaan Bintang Mahaputera Nararaya.
Tidak berhenti sampai di situ, mungkin karena gak ada lagi yang bisa dikritik, Fahri juga mengkritik partainya sendiri yakni PKS. Kwkwkwk
Pertama, ia menyindir pernyataan Presiden PKS sebelumnya, Sohibul Iman yang memperbolehkan kadernya untuk menggunakan kampanye negatif.
“Mungkin Pak Sohibul mau menanggung dosanya kali. Tanya lagi ke dia, dia mau menanggung dosanya?” ujar Fahri kala itu.
Kedua, ia juga pernah mengkritik PKS yang mengusulkan Cawagub DKI yang tidak dikenali oleh masyarakat yakni Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.
Karena kedua orang ini kurang terkenal, terakhir benaran ditolak oleh fraksi Golkar dan Hanura di DPRD DKI untuk menjadi Wagub.
Lantaran kritis terhadap partainya itulah, Fahri dipecat dari PKS.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa ternyata PKS itu anti kritik. Meskipun beberapa kadernya seperti Mardani Ali Sera dan Hidayat Nur Wahid suka mengkritik orang.
Namun karena politisi asal NTB itu bukan politisi digoreng dadakan seperti AHY, PKS sama sekali tidak pernah mampu menumbangkannya.
Padahal usaha untuk mendepak Fahri tersebut sudah dilakukan sejak 2016 silam.
Betul kata orang dulu, bagaimana mau ganti presiden kalau ganti Fahri saja PKS tidak mampu?
Terbukti pada Pilpres 2019 silam, Jokowi yang mau diganti oleh Mardani Ali Sera dkk dengan Prabowo malah terpilih jadi presiden lagi.
Nah sekarang, si Fahri ini memang sudah tidak di PKS lagi, tapi bukan karena dipecat. Ia keluar sendiri dari partai itu dan mendirikan partai baru bersama Anis Matta yakni Partai Gelora
Karena Partai Gelora ini baru didirikan, do’i tidak terlalu sibuk. Untuk itu, Fahri yang memang tidak bisa diam tersebut nyambi sebagai pengamat politik.
Celakanya, beberapa pernyataannya menyerempet nama Anies.
Seperti mantan Wakil Ketua DPR itu mengatakan, Anies sebaiknya gak usah kampanye dulu dan sok merasa jadi Capres karena waktu pendaftaran Capres masih panjang. Jadi belum tentu juga terpilih jadi Capres benaran.
Kemudian, ia menduga bahwa Anies hanya dimanfaatkan saja oleh NasDem untuk mendulang suara.
Pernyataan ini yang mengundang Musni Umar untuk memberikan peringatan yang keras.
Mantan Rektor Universitas Ibnu Chaldun itu mengatakan, lebih baik Fahri mengurusi Partai Gelora saja dari pada ikut campur soal pencapresan Anies.
“Saya pernah jadi narasumber dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Partai Gelora. Saya berharap Bung Fahri membuat pernyataan yang merangkul untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Bukan menyerang. Apalagi yang diserang Mas Anies,” ujar Musni melalui akun Twitternya @musniumar
Yang cuitan tersebut dikomentari oleh pendukung Fahri melalui akun Twitter @MenejerKaravan
“Orang yang suka Fahri Hamzah, dasarnya adalah pikiran (dia) bukan orangnya,”
Lalu dikomentarilah pernyataan itu oleh relawan Anies melalui akun Twitter @AniesRasyid
“Ooii babi hutan, apa hebatnya pikiran si Fahri? Kalau memang dia hebat, pasti akan masuk dalam survei. Apa yang dikerjakan si Fahri bongak ini selama di DPR? Kau sebutkan 1 saja kelebihan si Fahri ini dari Pak Anies. Dasar otak udang kau”
Ngeri juga omongan pendukung Anies yang juga dikenal sebagai Kadrunista itu. Tanpa tedeng aling-aling pakek bahasa kebun binatang.
Kayaknya gak pernah diajari budi pekerti dan akhlakul karimah oleh orangtuanya dulu. Sehingga dia jadi anak yang kurang ajar.
Inikah yang disebut oleh Anies kala itu, perilaku pendukung mewakili sifat yang didukung?
Discussion about this post