Jika ingin melihat beragam jenis manusia, lihatlah Partai Demokrat.
Di sana koruptor banyak. Bahkan koruptor termuda se-Indonesia ada di partai itu yakni Nur Afifah Balqis.
Kemudian, di Partai Demokrat ada juga tukang selingkuh (Muhammad Yusuf Mahmud), tukang pukul pegawai restaurant (Benny K Harman), tukang sawer biduan (Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono), tukang mengerahkan massa agar tidak dicyduk KPK -Lukas Enembe, hingga politisi digoreng dadakan tiga dua rebuan yakni Ketum partai itu sendiri AHY.
Dan jangan salah-salah, di Partai Demokrat ada juga lho pemakai Narkoba.
Padahal jelas, kader partai itu seharusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat, eh mereka malah asik ngisap sabu.
Lantas, siapa sajakah kader partai berlambang bintang Mercy yang doyan nge-fly tersebut?
Untuk saat ini setidaknya ada dua orang yakni Andi Arief dan Lucky Effendi.
Kedua orang ini sebenarnya punya rekam jejak yang bagus di kancah perpolitikan nasional dan daerah. Andi Arief misalnya pernah jadi aktivis Pro-Demokrasi. Ia termasuk korban penculikan Tim Mawar yang selamat pada 1998 silam.
Nah saat SBY berkuasa, si Andi ini pernah ditunjuk menjadi Stafsus Presiden bidang Bansos dan Bencana Alam. Sementara, saat SBY jadi Ketua umum Partai Demokrat, ia dipercaya menjabat Wasekjen partai tersebut.
Eh pada 2019, politisi asal Lampung itu malah ditangkap polisi di sebuah hotel di kawasan Slipi Jakarta Barat lantaran makek sabu.
Tidak pelak, atas peristiwa yang menggegerkan tersebut Partai Demokrat langsung menggelar rapat darurat.
Merasa bersalah kepada partainya, atas kesadaran sendiri Andi pun mundur dari Wasekjen Partai Demokrat.
Kemudian, pencinta Narkoba yang juga kader Demokrat berikutnya adalah Lucky Effendi.
Si Lucky ini sebelum dicyduk polisi merupakan wakil rakyat ferguso. Ia tercatat sebagai anggota DPRD Solok.
Di Demokrat ia juga cukup diperhitungkan dengan didapuk sebagai Bendahara DPD Partai Demokrat Sumatera Barat.
Di DPRD Solok ia ditunjuk menjabat sebagai wakil ketua. Dan pada 2021 silam Lucky ditetapkan sebagai (Plt) Ketua DPRD Solok menggantikan Ketua DPRD sebelumnya Dodi Hendra yang diberhentikan lantaran tersandung kasus korupsi.
Eh pada awal tahun 2023 ini karirnya itu habis seketika lantaran Narkoba.
Jadi kalau diperhatikan sebenarnya ada 3 hal penyebab karir seorang politisi itu bisa hancur berantakan,
Pertama, kasus asusila. Seperti yang menimpa Yahya Zaini
Ia awalnya menjabat sebagai anggota DPR fraksi Golkar. Namun pasca skandal seksnya dengan penyanyi dangdut Maria Eva yang notabene bukan istrinya mencuat ke publik, ia pun terpaksa mundur dari kursi anggota dewan yang terhormat tersebut.
Tidak hanya itu, Yahya juga dinonaktifkan dari kepengurusan Partai Golkar.
Kedua, korupsi.
Banyak banget politisi kita yang karirnya habis lantaran nilep duit negara ini. Bahkan seorang Anas Urbaningrum yang diprediksi akan jadi pemimpin masa depan lantaran pencapaiannya yang luar biasa, karirnya hancur seketika karena korupsi.
Dan ketiga, Narkoba.
Sudah banyak politisi yang berhenti di tengah jalan lantaran tersandung kasus Narkoba ini. Mulai dari Bupati Ogan Ilir -Ahmad Wazir Noviadi, anggota DPRD Maluku Tengah -Syafi Boeng, hingga anggota DPRD Musi Rawas -Fuad Nopriadi.
Hanya saja kalau diperhatikan, Andi Arief lebih beruntung daripada Lucky Effendi. Kenapa demikian? Dia tidak dipecat dari Partai Demokrat ferguso. Sedangkan Lucky dipecat.
Akibatnya, Om Lucky juga harus tersingkir dari kursi DPRD Solok.
Jadi kalau disimpulkan, ada 4 pemecatan sekaligus yang dialami oleh politisi muda ini yakni dipecat dari Wakil ketua DPRD Solok, dipecat dari anggota DPRD Solok, dipecat dari pengurus Partai Demokrat Sumbar dan dipecat dari kader Demokrat.
Kemudian istimewanya lagi, Andi pasca ditangkap polisi, masuk penjara hanya 3 hari saja. Setelah itu, ia malah naik jabatan, dari Wasekjen menjadi Kepala Bappilu Partai Demokrat. Dia-lah satu-satunya kepala Bappilu partai berlatar belakang pecandu Narkoba.
Sementara Lucky, tidak seberuntung namanya. Ia kini mendekam di balik jeruji besi dengan status sebagai pengangguran dan tersangka.
Cadas…
Dari sini bisa kita lihat bagaimana perlakuan Partai Demokrat terhadap kadernya. Tidak adil banget ferguso.
Seharusnya kalau yang satu (pakek Narkoba) dipecat maka yang lain (yang pakek Narkoba) dipecat juga. Bukan malah diangkat menjadi kepala Bappilu.
Jadi kalau dengan kadernya sendiri saja sudah tidak adil, bagaimana dengan rakyat Indonesia?
Kura-kura begitu gambaran Partai Demokrat.
Discussion about this post