Mengusung tag line antitesa Jokowi seperti memposisikan Anies tak ubahnya bukan tandingannya Jokowi, hal mana tidak kompatibel dengan dukungan Nasdem kepada pemerintahan yang dipimpin Jokowi.
Kelompok masyarakat waras sudah memprediksi bahwa Anies mustahil mampu menyamai pencapaian Jokowi, karena rekam jejaknya sendiri justru dinilai mendegradasi kepercayaan publik kepada pemerintah. Anies seperti selama ini dianggap satu garis ideologi dengan kelompok intoleran, nyaris selalu menghadapi penolakan di lokasi yang dikunjunginya. Lebih jauh, publik lebih melihat Anies sebagai biangnya politik identitas yang sangat Arab sentris.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyinggung terkait politik identitas yang disematkan pada calon presiden (Capres). Menurut Bamsoet, calon presiden ideal adalah tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas serta berkomitmen melanjutkan kesinambungan program pembangunan Presiden Joko Widodo.
“Kriteria lainnya, tidak pernah terlibat kasus korupsi, melanjutkan program Kerja Presiden Joko Widodo, berkomitmen memperjuangkan agenda reformasi, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan mewujudkan reformasi agraria serta berkomitmen melakukan upaya-upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang berkeadilan serta berpihak kepada rakyat,” kata Bamsoet saat menghadiri peresmian Graha Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 di Jakarta, dikutip dari Suara.com, Senin (20/2/2023).
Dalam kesempatan itu, Bamsoet juga menyampaikan calon presiden kriteria PENA 98, antara lain, yang mampu menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinekaan. Anies terlanjur dianggap selalu memanipulasi identitas yang melekat pada dirinya : Islam, kadang-kadang mengaku Jawa, di waktu lain mengaku sunda, meskipun semua orang pasti tahu bahwa pengakuannya sebatas politis.
Pernyataan bakal calon presiden (capres) dari Partai NasDem, Anies Rasyid Baswedan, yang mengumumkan bakal salat Jumat di salah satu masjid di Pontianak, pada Kamis (16/2/2023) lalu, mendapat sorotan tajam dari Direktur Eksekutif Jaringan Moderasi Beragama Indonesia, Islah Bahrawi.
Islah membaca pergerakan bakal mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sebagai langkah kampanye. Menurutnya, berkampanye politik di dalam masjid merupakan sesuatu yang keliru sebab bagian dari politisasi agama.
“Berkampanye politik di masjid adalah politisasi agama,” ujar Islah dikutip dari unggahan twitternya, @islah_bahrawi, Minggu (19/2/2023). Alasannya, dikatakan Islah, karena tujuan Anies bukan untuk memakmurkan masjid, melainkan, membajak masjid untuk memakmurkan dirinya. “Anda bukan memakmurkan masjid, tapi membajak masjid untuk memakmurkan Anda,” lanjutnya. Bukan hanya itu, Islah menilai, Anies bukannya menjayakan agama Islam. Namun, Anies malah menunggangi agama untuk menjayakan dirinya.
Discussion about this post